2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Tahun 2020 menjadi tahun pembuktian dari upaya pemerintah dalam menyediakan jaringan internet ke penjuru negeri yang telah dicanangkan sejak periode pertama kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia.

Sebab, pandemi yang terjadi hampir di sepanjang tahun 2020 mendorong berbagai kegiatan beralih ke ranah online, sehingga turut meningkatkan kebutuhan akan internet cepat. Karenanya, tahun ini turut menjadi pembuktian untuk jaringan tulang punggung atau backbone serta Palapa Ring.

Selama tahun 2020, pemerintah masih menggencarkan berbagai upaya untuk memperluas ketersediaan internet dan sejumlah hal lain yang terkait dengan ranah digital di Indonesia. Berikut kami rangkumkan perkembangannya selama tahun ini.

1. Palapa Ring dan Satelit Satria
Pada awal masa kepemimpinannya, Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2019-2023 Johnny G. Plate mengemban tugas meneruskan sejumlah program yang telah dijalankan Menteri sebelumnya, Rudiantara, salah satunya adalah Palapa Ring.

Sebelum pelantikan Johnny, Kementerian Komunikasi dan Informatika baru saja merampungkan proyek Palapa Ring tersebut, menggelar jaringan serat fiber dari Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Palapa Ring diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Oktober 2019, setelah Palapa Ring Timur berhasil menghubungkan Papua, Maluku, NTT sampai Pulau Rote. Sementara Palapa Ring Tengah telah selesai awal tahun 2019, dan Palapa Ring Barat telah selesai tahun 2018 lalu.

Meskipun demikian pada tahun 2020, Palapa Ring masih mengalami perkembangan dan belum bisa dikatakan selesai. Selama tahun 2020, Kominfo melalui BAKTI masih meneruskan pembangunan infrastruktur jaringan internet pada wilayah yang dicakup oleh paket ini.

Sebagai informasi, Palapa Ring Paket Timur memiliki rentang sepanjang 6.878 KM, dengan panjang kabel optik laut sepanjang 4.426 KM, dan kabel optik darat sepanjang 2.452 KM. Palapa Ring untuk wilayah timur Indonesia ini telah beroperasi sejak 2019 dan dikelola oleh Palapa Timur Telematika.

Bersama BAKTI, Kominfo telah menyediakan akses internet di 667 lokasi seperti di sekolah, puskesmas, BLK, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur. NOC Palapa Ring (backbone fiber optic) di 5 wilayah, yaitu Waingapu, Sabu, Baa, Kupang, dan Alor.

Sementara itu, Palapa Ring memiliki kapasitas jaringan sebesar 100Gbps dan kapasitas ini disediakan di setiap proyek. Dengan kata lain, satu dari 17 proyek masing-masing memiliki kapasitas jaringan 100Gbps yang bisa dimanfaatkan oleh penyedia jasa layanan telekomunikasi.

Namun menurut survey, Palapa Ring Paket Timur hanya terutilisasi 23,16 persen, atau dari kapasitas 504Gbps, hanya terpakai sebesar 116Gbps. Jaringan tulang punggung atau backbone yang dibangun oleh pemerintah mencakup 57 kota/kabupaten oleh operator, dan sebanyak 514 kabupaten/kota terjangkau oleh jaringan ini.

Kehadiran Palapa Ring yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia juga akan membantu peningkatan ekonomi, salah satunya melalui edukasi yang dilakukan BAKTI Kominfo bagi pengrajin tenun di wilayah NTB untuk mengedit foto dan menggunakan media sosial sebagai medium promosi.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Kehadiran internet yang dijembatani Palapa Ring juga membantu pendaki gunung yang tersebar di wilayah Indonesia, termasuk Gunung Rinjani, dalam memperoleh informasi guna menjaga keselamatan dan kenyamanan mereka, serta menjaga keamanan area sekitar berkat pemanfaatan Wi-Fi dan CCTV untuk petugas keamanan.

Ketersediaan internet via Palapa Ring juga dapat dimaksimalkan untuk mendapatkan informasi kondisi air laut via aplikasi, guna menjaga keselamatan penyelam. Dengan kenyamanan yang disuguhkan ini, ketersediaan internet juga akan berdampak pada peningkatan pariwisata secara lebih menyeluruh di Tanah Air.
2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Tidak melulu soal ekonomi, ketersediaan internet di seluruh Indonesia juga akan membantu anggota TNI penjaga wilayah perbatasan untuk dapat berkoordinasi melalui aplikasi komunikasi dan melaporkan informasi terbaru juga via foto maupun video.

Selain Palapa Ring, Kominfo juga menghadirkan proyek satelit bernama Satria, yang ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan jaringan internet hingga penjuru negeri. Proyek satelit Satria ini mulai mengalami progres pada kuartal pertama 2020 lalu, dan ditargetkan untuk dioperasikan pada kuartal keempat tahun 2022.

Satelit Satria diangkut oleh roket dari SpaceX, yaitu Falcon 9, dan ditempatkan pada slot orbit 146 derajat Bujur Timur. Satelit Satria memiliki kapasitas lebih dari 150Gbps yang akan dimanfaatkan pemerintah untuk menyebarkan akses internet ke berbagai wilayah Indonesia, khususnya daerah pelosok.

Satelit Satria 1 akan diandalkan pemerintah untuk berperan dalam melayani akses internet dengan kapasitas 150Gbps di 150 ribu lokasi, terdiri dari 93.900 titik untuk pendidikan termasuk SD, SMP, SMA, dan pesantren.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Satelit ini juga akan melayani 47.900 titik untuk pemerintahan termasuk kelurahan, kecamatan, dan pemerintah daerah, serta 4.900 titik layanan publik lainnya, dan 3.700 titik. Pembuatan satelit Satria ini didanai oleh dua investor yaitu BPI France dari Prancis dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dari China.

Peluncuran satelit Satria sempat mengalami penundaan selama beberapa kali pada tahun 2020 ini akibat pandemi Covid-19. Menkominfo menjelaskan bahwa pandemi telah mempengaruhi pengadaan dan produksi satelit Satria 1, yang pada akhirnya berdampak pada pengunduran jadwal peluncuran satelit broadband milik pemerintah tersebut, hingga bulan November 2020 lalu.

2. Migrasi Analog ke Digital
Undang-Undang Penyiaran bukanlah program baru, melainkan program yang telah mengalami penundaan selama beberapa tahun, hingga akhir 2019 lalu, pemerintah menggaungkan bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

RUU Penyiaran ini mendapatkan tempat prioritas dari pemerintah, termasuk Komisi I DPR, pada tahun 2020 ini. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan Indonesia harus bisa memenangi kompetisi di era komunikasi digital saat ini.

Semua media, termasuk media penyiaran, dituntut untuk segera bermigrasi ke era digitalisasi. Sayangnya, sistem digitalisasi Indonesia jauh tertinggal dari negara tetangga. Sejak World Radio Conference (WRC) 2007, seluruh negara di dunia telah menyepakati untuk menuntaskan proses migrasi TV analog ke TV digital atau analog switch off (ASO) pada 2015.

Namun, Indonesia belum menyelesaikan proses ASO tersebut sehingga mendapatkan protes dari negara tetangga ihwal keterlambatan perpindahan penyiaran televisi analog ke digital. Pasalnya, keterlambatan migrasi itu berimbas pada negara sekitar.

Indonesia mendapatkan protes dari empat negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Burnei, dan Papua Nugini. Mayoritas negara di ASEAN sejatinya menargetkan digitalisasi TV pada 2020.

Saat ini, digitalisasi TV di Indonesia justru sudah dilakukan di beberapa wilayah perbatasan. Ia memastikan tidak ada kendala dalam proses migrasi sistem penyiaran tersebut. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memastikan proses ASO tetap sesuai jadwal, yakni pada 2022, kendati Indonesia dan dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19.

Peralihan dari TV analog ke digital memberikan sejumlah manfaat bagi pelaku industri penyiaran dan masyarakat secara keseluruhan. Digitalisasi melalui siaran simulcast akan membantu lembaga penyiaran lebih hemat di tengah tekanan pandemi.

Lembaga penyiaran dapat menghemat biaya perawatan dan operasional infrastruktur. Salah satu lembaga penyiaran yang sudah melakukan uji coba siaran di digital dapat menghemat sampai dengan 70 persen dibanding pengeluaran untuk pemancar analog biasa.

Selain itu, dividen digital frekuensi dapat diperoleh saat TV analog mulai beralih ke digital. Pemerintah juga dapat memperoleh dividen digital spektrum sebesar 112MHz dari proses peralihan ini.

TV analog banyak memakan pita frekuensi 700MHz sebanyak 328MHz, sehingga jika TV analog beralih ke digital, maka hanya dibutuhkan 176MHz bagi stasiun televisi. Indonesia dapat mengalokasikan 112MHz yang bisa digunakan untuk keperluan lain.

Dengan proses ASO ini, Indonesia juga akan memiliki cadangan 40MHz yang bisa digunakan untuk perkembangan teknologi di masa depan. Keuntungan lainnya yaitu ASO dapat mempercepat penerapan jaringan 5G di Indonesia.

Kominfo menyebut bahwa TV analog memakan banyak spektrum frekuensi 700MHz yang sesungguhnya bisa digunakan untuk penerapan 5G. Sementara itu, Media Group menjadi salah satu pelaku industri penyiaran yang telah lama mempersiapkan diri untuk mengalihkan siarannya dari analog ke digital.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Salah satu bentuk keseriusan Media Group untuk beralih dari siaran analog ke digital dilakukan via kehadiran Magna Channel. Media Group meluncurkan Magna Channel pada pertengahan bulan Juli 2020 lalu, dan telah siap tayang sejak saat itu.

Magna Channel memulai siaran pertamanya pada 16 Juli 2020, pukul 15.00 WIB di 11 kota besar seluruh Indonesia, sebab akses siaran televisi digital di 11 kota tersebut sudah dibuka Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Hadir dalam format televisi digital seperti stasiun televisi yang hadir di televisi kabel, Magna Channel diklaim akan hadir gratis alias free-to-air seperti siaran televisi analog. Media Grup menargetkan Magna Channel untuk tersedia via satelit, fiber, maupun TV kabel, serta Over-the-Top (OTT), streaming, dan media sosial.

Sebagai informasi, Magna Channel didirikan pada tanggal 25 November 2019 dengan nama Magna TV oleh Media Group. Magna Channel telah siaran percobaannya di terestrial digital di wilayah Jabodetabek.

Magna TV juga disiarkan secara terbatas bertepatan dengan hari ulang tahun Metro TV ke-19 bersamaan dengan BNTV. Saat ini, Magna Channel menjangkau hingga 22 kota di Indonesia dan akan terus bertambah sewaktu-waktu.

Selain Magna Channel, tersedia juga Business News TV (BN TV) yang hadir sebagai televisi digital bertema bisnis dan keuangan. BN TV terfokus pada usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) serta mengangkat potensi daerah melalui skala bisnis sesuai target penonton.

3. Menyongsong era 5G
Seperti negara lain, Indonesia juga masih mempersiapkan diri untuk menggelar jaringan tercepat saat ini, yaitu 5G, sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih luas dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Pada bulan November lalu, Kominfo membuka seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2,3GHz pada rentang 2360MHz hingga 2390MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler.

Lelang frekuensi 2,3GHz ini bertujuan untuk mendukung transformasi digital di sektor ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Selain itu, lelang juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler, meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur TIK dengan teknologi generasi kelima (5G).

Seleksi lelang frekuensi ini dilaksanakan pada objek seleksi pita frekuensi radio 2,3GHz yang terdiri atas tiga blok pita frekuensi radio. Selain itu, seleksi ini hanya dapat diikuti oleh penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Lelang frekuensi ini diikuti oleh lima operator besar Tanah Air yakni, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk. (ISAT), PT XL Axiata Tbk. (EXCL), PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) dan PT Hutchison 3 Indonesia tertarik untuk mengikuti lelang frekuensi ini.

Namun, lelang frekuensi radio 2,3GHz hanya untuk daerah yang masih kosong. Sebagai informasi, saat ini frekuensi 2,3GHz telah dihuni oleh Telkomsel dan Smartfren, dengan masing-masing memiliki 30MHz di spektrum 2300MHz – 2360MHz.

Dengan demikian, frekuensi yang tersisa hanya di rentang frekuensi 2360-2390MHz. Pada bulan Desember ini, Kominfo mengumumkan hasil terbaru dari seleksi penggunaan pita frekuensi radio 2,3Ghz rentang 2.360MHz hingga- 2.390Mhz.

Berdasarkan hasil evaluasi sejak proses seleksi dibuka beberapa waktu lalu, terdapat tiga operator seluler yang dinyatakan lolos seleksi administrasi, yaitu Smartfren, Telkomsel, dan Tri Indonesia.

Ketiga operator seluler ini menjadi kandidat kuat pemenang lelang penggunaan frekuensi 2,3 Ghz. Sebab, alokasi pita frekuensi yang dilelang adalah sebesar 30 Mhz yang terdiri dari tiga blok frekuensi radio, sesuai dengan jumlah operator yang lolos seleksi.

Direktur Utama Telkomsel, Setyanto Hantoro menyebut bahwa tambahan spektrum ini akan dimanfaatkannya guna memperkuat pengembangan layanan 4G LTE, dan melanjutkan pengembangan implementasi teknologi jaringan 5G.

Telkomsel berharap pencapaian ini juga akan mendukung penguatan ekosistem digital di Indonesia, termasuk industri kreatif digital, e-commerce, dan mendorong transformasi digital segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Tambahan spektrum frekuensi 2,3GHz sebesar 10MHz akan segera dapat mulai digunakan Telkomsel, setelah dilakukan proses refarming dan keluarnya Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) dari Kemkominfo RI.

Sementara itu, PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia) menilai tambahan frekuensi yang diperoleh dari lelang frekuensi 2,3GHz membantu perseroan dalam melayani jumlah pelanggan.

Wakil Presiden Direktur PT Hutchison 3 Indonesia, Danny Buldansyah mengatakan frekuensi tambahan juga membantu perseroan dalam melakukan efisiensi. Saat kapasitas jaringan sudah penuh, Tri tidak perlu mengeluarkan investasi tambahan untuk membeli perangkat tambahan.

Awalnya frekuensi 2,3GHz ini dihuni oleh operator telekomunikasi Broadband Wireless Access (BWA). Namun, Kominfo mencabut izin frekuensi milik tiga operator BWA pada Desember 2018 lalu.

Tiga operator yang dicabut izinnya adalah PT First Media Tbk (KBLV), PT Internux, dan Jasnita Telekomindo. Pemerintah memutuskan tidak memperpanjang lisensi operator BWA dan mengalihkan frekuensi itu untuk layanan bergerak seluler.

Sebab, pandemi yang terjadi hampir di sepanjang tahun 2020 mendorong berbagai kegiatan beralih ke ranah online, sehingga turut meningkatkan kebutuhan akan internet cepat. Karenanya, tahun ini turut menjadi pembuktian untuk jaringan tulang punggung atau backbone serta Palapa Ring.

Selama tahun 2020, pemerintah masih menggencarkan berbagai upaya untuk memperluas ketersediaan internet dan sejumlah hal lain yang terkait dengan ranah digital di Indonesia. Berikut kami rangkumkan perkembangannya selama tahun ini.

  1. Palapa Ring dan Satelit Satria
    Pada awal masa kepemimpinannya, Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2019-2023 Johnny G. Plate mengemban tugas meneruskan sejumlah program yang telah dijalankan Menteri sebelumnya, Rudiantara, salah satunya adalah Palapa Ring.

Sebelum pelantikan Johnny, Kementerian Komunikasi dan Informatika baru saja merampungkan proyek Palapa Ring tersebut, menggelar jaringan serat fiber dari Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Palapa Ring diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Oktober 2019, setelah Palapa Ring Timur berhasil menghubungkan Papua, Maluku, NTT sampai Pulau Rote. Sementara Palapa Ring Tengah telah selesai awal tahun 2019, dan Palapa Ring Barat telah selesai tahun 2018 lalu.

Meskipun demikian pada tahun 2020, Palapa Ring masih mengalami perkembangan dan belum bisa dikatakan selesai. Selama tahun 2020, Kominfo melalui BAKTI masih meneruskan pembangunan infrastruktur jaringan internet pada wilayah yang dicakup oleh paket ini.

Sebagai informasi, Palapa Ring Paket Timur memiliki rentang sepanjang 6.878 KM, dengan panjang kabel optik laut sepanjang 4.426 KM, dan kabel optik darat sepanjang 2.452 KM. Palapa Ring untuk wilayah timur Indonesia ini telah beroperasi sejak 2019 dan dikelola oleh Palapa Timur Telematika.

Bersama BAKTI, Kominfo telah menyediakan akses internet di 667 lokasi seperti di sekolah, puskesmas, BLK, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Provinsi Nusa Tenggara Timur. NOC Palapa Ring (backbone fiber optic) di 5 wilayah, yaitu Waingapu, Sabu, Baa, Kupang, dan Alor.

Sementara itu, Palapa Ring memiliki kapasitas jaringan sebesar 100Gbps dan kapasitas ini disediakan di setiap proyek. Dengan kata lain, satu dari 17 proyek masing-masing memiliki kapasitas jaringan 100Gbps yang bisa dimanfaatkan oleh penyedia jasa layanan telekomunikasi.

Namun menurut survey, Palapa Ring Paket Timur hanya terutilisasi 23,16 persen, atau dari kapasitas 504Gbps, hanya terpakai sebesar 116Gbps. Jaringan tulang punggung atau backbone yang dibangun oleh pemerintah mencakup 57 kota/kabupaten oleh operator, dan sebanyak 514 kabupaten/kota terjangkau oleh jaringan ini.

Kehadiran Palapa Ring yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia juga akan membantu peningkatan ekonomi, salah satunya melalui edukasi yang dilakukan BAKTI Kominfo bagi pengrajin tenun di wilayah NTB untuk mengedit foto dan menggunakan media sosial sebagai medium promosi.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Kehadiran internet yang dijembatani Palapa Ring juga membantu pendaki gunung yang tersebar di wilayah Indonesia, termasuk Gunung Rinjani, dalam memperoleh informasi guna menjaga keselamatan dan kenyamanan mereka, serta menjaga keamanan area sekitar berkat pemanfaatan Wi-Fi dan CCTV untuk petugas keamanan.

Ketersediaan internet via Palapa Ring juga dapat dimaksimalkan untuk mendapatkan informasi kondisi air laut via aplikasi, guna menjaga keselamatan penyelam. Dengan kenyamanan yang disuguhkan ini, ketersediaan internet juga akan berdampak pada peningkatan pariwisata secara lebih menyeluruh di Tanah Air.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Tidak melulu soal ekonomi, ketersediaan internet di seluruh Indonesia juga akan membantu anggota TNI penjaga wilayah perbatasan untuk dapat berkoordinasi melalui aplikasi komunikasi dan melaporkan informasi terbaru juga via foto maupun video.

Selain Palapa Ring, Kominfo juga menghadirkan proyek satelit bernama Satria, yang ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan jaringan internet hingga penjuru negeri. Proyek satelit Satria ini mulai mengalami progres pada kuartal pertama 2020 lalu, dan ditargetkan untuk dioperasikan pada kuartal keempat tahun 2022.

Satelit Satria diangkut oleh roket dari SpaceX, yaitu Falcon 9, dan ditempatkan pada slot orbit 146 derajat Bujur Timur. Satelit Satria memiliki kapasitas lebih dari 150Gbps yang akan dimanfaatkan pemerintah untuk menyebarkan akses internet ke berbagai wilayah Indonesia, khususnya daerah pelosok.

Satelit Satria 1 akan diandalkan pemerintah untuk berperan dalam melayani akses internet dengan kapasitas 150Gbps di 150 ribu lokasi, terdiri dari 93.900 titik untuk pendidikan termasuk SD, SMP, SMA, dan pesantren.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Satelit ini juga akan melayani 47.900 titik untuk pemerintahan termasuk kelurahan, kecamatan, dan pemerintah daerah, serta 4.900 titik layanan publik lainnya, dan 3.700 titik. Pembuatan satelit Satria ini didanai oleh dua investor yaitu BPI France dari Prancis dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dari China.

Peluncuran satelit Satria sempat mengalami penundaan selama beberapa kali pada tahun 2020 ini akibat pandemi Covid-19. Menkominfo menjelaskan bahwa pandemi telah mempengaruhi pengadaan dan produksi satelit Satria 1, yang pada akhirnya berdampak pada pengunduran jadwal peluncuran satelit broadband milik pemerintah tersebut, hingga bulan November 2020 lalu.

  1. Migrasi Analog ke Digital
    Undang-Undang Penyiaran bukanlah program baru, melainkan program yang telah mengalami penundaan selama beberapa tahun, hingga akhir 2019 lalu, pemerintah menggaungkan bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

RUU Penyiaran ini mendapatkan tempat prioritas dari pemerintah, termasuk Komisi I DPR, pada tahun 2020 ini. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan Indonesia harus bisa memenangi kompetisi di era komunikasi digital saat ini.

Semua media, termasuk media penyiaran, dituntut untuk segera bermigrasi ke era digitalisasi. Sayangnya, sistem digitalisasi Indonesia jauh tertinggal dari negara tetangga. Sejak World Radio Conference (WRC) 2007, seluruh negara di dunia telah menyepakati untuk menuntaskan proses migrasi TV analog ke TV digital atau analog switch off (ASO) pada 2015.

Namun, Indonesia belum menyelesaikan proses ASO tersebut sehingga mendapatkan protes dari negara tetangga ihwal keterlambatan perpindahan penyiaran televisi analog ke digital. Pasalnya, keterlambatan migrasi itu berimbas pada negara sekitar.

Indonesia mendapatkan protes dari empat negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Burnei, dan Papua Nugini. Mayoritas negara di ASEAN sejatinya menargetkan digitalisasi TV pada 2020.

Saat ini, digitalisasi TV di Indonesia justru sudah dilakukan di beberapa wilayah perbatasan. Ia memastikan tidak ada kendala dalam proses migrasi sistem penyiaran tersebut. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memastikan proses ASO tetap sesuai jadwal, yakni pada 2022, kendati Indonesia dan dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19.

Peralihan dari TV analog ke digital memberikan sejumlah manfaat bagi pelaku industri penyiaran dan masyarakat secara keseluruhan. Digitalisasi melalui siaran simulcast akan membantu lembaga penyiaran lebih hemat di tengah tekanan pandemi.

Lembaga penyiaran dapat menghemat biaya perawatan dan operasional infrastruktur. Salah satu lembaga penyiaran yang sudah melakukan uji coba siaran di digital dapat menghemat sampai dengan 70 persen dibanding pengeluaran untuk pemancar analog biasa.

Selain itu, dividen digital frekuensi dapat diperoleh saat TV analog mulai beralih ke digital. Pemerintah juga dapat memperoleh dividen digital spektrum sebesar 112MHz dari proses peralihan ini.

TV analog banyak memakan pita frekuensi 700MHz sebanyak 328MHz, sehingga jika TV analog beralih ke digital, maka hanya dibutuhkan 176MHz bagi stasiun televisi. Indonesia dapat mengalokasikan 112MHz yang bisa digunakan untuk keperluan lain.

Dengan proses ASO ini, Indonesia juga akan memiliki cadangan 40MHz yang bisa digunakan untuk perkembangan teknologi di masa depan. Keuntungan lainnya yaitu ASO dapat mempercepat penerapan jaringan 5G di Indonesia.

Kominfo menyebut bahwa TV analog memakan banyak spektrum frekuensi 700MHz yang sesungguhnya bisa digunakan untuk penerapan 5G. Sementara itu, Media Group menjadi salah satu pelaku industri penyiaran yang telah lama mempersiapkan diri untuk mengalihkan siarannya dari analog ke digital.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Salah satu bentuk keseriusan Media Group untuk beralih dari siaran analog ke digital dilakukan via kehadiran Magna Channel. Media Group meluncurkan Magna Channel pada pertengahan bulan Juli 2020 lalu, dan telah siap tayang sejak saat itu.

Magna Channel memulai siaran pertamanya pada 16 Juli 2020, pukul 15.00 WIB di 11 kota besar seluruh Indonesia, sebab akses siaran televisi digital di 11 kota tersebut sudah dibuka Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Hadir dalam format televisi digital seperti stasiun televisi yang hadir di televisi kabel, Magna Channel diklaim akan hadir gratis alias free-to-air seperti siaran televisi analog. Media Grup menargetkan Magna Channel untuk tersedia via satelit, fiber, maupun TV kabel, serta Over-the-Top (OTT), streaming, dan media sosial.

Sebagai informasi, Magna Channel didirikan pada tanggal 25 November 2019 dengan nama Magna TV oleh Media Group. Magna Channel telah siaran percobaannya di terestrial digital di wilayah Jabodetabek.

Magna TV juga disiarkan secara terbatas bertepatan dengan hari ulang tahun Metro TV ke-19 bersamaan dengan BNTV. Saat ini, Magna Channel menjangkau hingga 22 kota di Indonesia dan akan terus bertambah sewaktu-waktu.

Selain Magna Channel, tersedia juga Business News TV (BN TV) yang hadir sebagai televisi digital bertema bisnis dan keuangan. BN TV terfokus pada usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) serta mengangkat potensi daerah melalui skala bisnis sesuai target penonton.

  1. Menyongsong era 5G
    Seperti negara lain, Indonesia juga masih mempersiapkan diri untuk menggelar jaringan tercepat saat ini, yaitu 5G, sehingga dapat dimanfaatkan secara lebih luas dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Pada bulan November lalu, Kominfo membuka seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2,3GHz pada rentang 2360MHz hingga 2390MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler.

Lelang frekuensi 2,3GHz ini bertujuan untuk mendukung transformasi digital di sektor ekonomi, sosial, dan pemerintahan. Selain itu, lelang juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler, meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur TIK dengan teknologi generasi kelima (5G).

Seleksi lelang frekuensi ini dilaksanakan pada objek seleksi pita frekuensi radio 2,3GHz yang terdiri atas tiga blok pita frekuensi radio. Selain itu, seleksi ini hanya dapat diikuti oleh penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler.

2020, Tahun Perkembangan Internet dan Digitalisasi

Lelang frekuensi ini diikuti oleh lima operator besar Tanah Air yakni, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk. (ISAT), PT XL Axiata Tbk. (EXCL), PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) dan PT Hutchison 3 Indonesia tertarik untuk mengikuti lelang frekuensi ini.

Namun, lelang frekuensi radio 2,3GHz hanya untuk daerah yang masih kosong. Sebagai informasi, saat ini frekuensi 2,3GHz telah dihuni oleh Telkomsel dan Smartfren, dengan masing-masing memiliki 30MHz di spektrum 2300MHz – 2360MHz.

Dengan demikian, frekuensi yang tersisa hanya di rentang frekuensi 2360-2390MHz. Pada bulan Desember ini, Kominfo mengumumkan hasil terbaru dari seleksi penggunaan pita frekuensi radio 2,3Ghz rentang 2.360MHz hingga- 2.390Mhz.

Berdasarkan hasil evaluasi sejak proses seleksi dibuka beberapa waktu lalu, terdapat tiga operator seluler yang dinyatakan lolos seleksi administrasi, yaitu Smartfren, Telkomsel, dan Tri Indonesia.

Ketiga operator seluler ini menjadi kandidat kuat pemenang lelang penggunaan frekuensi 2,3 Ghz. Sebab, alokasi pita frekuensi yang dilelang adalah sebesar 30 Mhz yang terdiri dari tiga blok frekuensi radio, sesuai dengan jumlah operator yang lolos seleksi.

Direktur Utama Telkomsel, Setyanto Hantoro menyebut bahwa tambahan spektrum ini akan dimanfaatkannya guna memperkuat pengembangan layanan 4G LTE, dan melanjutkan pengembangan implementasi teknologi jaringan 5G.

Telkomsel berharap pencapaian ini juga akan mendukung penguatan ekosistem digital di Indonesia, termasuk industri kreatif digital, e-commerce, dan mendorong transformasi digital segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Tambahan spektrum frekuensi 2,3GHz sebesar 10MHz akan segera dapat mulai digunakan Telkomsel, setelah dilakukan proses refarming dan keluarnya Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) dari Kemkominfo RI.

Sementara itu, PT Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia) menilai tambahan frekuensi yang diperoleh dari lelang frekuensi 2,3GHz membantu perseroan dalam melayani jumlah pelanggan.

Wakil Presiden Direktur PT Hutchison 3 Indonesia, Danny Buldansyah mengatakan frekuensi tambahan juga membantu perseroan dalam melakukan efisiensi. Saat kapasitas jaringan sudah penuh, Tri tidak perlu mengeluarkan investasi tambahan untuk membeli perangkat tambahan.

Awalnya frekuensi 2,3GHz ini dihuni oleh operator telekomunikasi Broadband Wireless Access (BWA). Namun, Kominfo mencabut izin frekuensi milik tiga operator BWA pada Desember 2018 lalu.

Tiga operator yang dicabut izinnya adalah PT First Media Tbk (KBLV), PT Internux, dan Jasnita Telekomindo. Pemerintah memutuskan tidak memperpanjang lisensi operator BWA dan mengalihkan frekuensi itu untuk layanan bergerak seluler.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.