72 Persen Masyarakat Tak Peduli dengan Sampah Plastik
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengumumkan sekitar 72 persen masyarakat Indonesia kurang peduli dengan masalah sampah. Masyarakat umumnya tidak peduli dengan sampah plastik.
Hal itu disampaikan Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar berdasarkan laporan indeks “Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup” dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018.
Di dalam laporan itu, Novrizal menyebut ada empat item salah satunya berkaitan dengan pengelolaan sampah. Indeks yang ditetapkan BPS 0 sampai 1 dan indeks yang paling rendah ialah terkait sampah sebesar 0,72 persen.
“Ya kalau kita belajar statistik, bisa kita artikan 72 persen orang Indonesia tidak peduli terhadap sampah,” kata Novrizal kepada wartawan di Arborea Cafe, Jakarta, Rabu (21/8).
Lebih lanjut KLHK mengakui bahwa tren sampah plastik akan selalu ada. Sebab, plastik tidak dapat terurai dengan cepat bahkan ada yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun.
Novrizal mencontohkan pada 1995 komposisi sampah plastik sempat menyentuh angka 9 persen. Lalu 10 tahun kemudian tepatnya pada 2015 naik 11 persen dan KLHK memprediksi 10 tahun lagi komposisi sampah plastik di Indonesia akan tumbuh 16 persen.
“Jadi tanpa ada perubahan perilaku dan kebijakan-kebijakan [aturan soal pengurangan sampah plastik] yang sangat signifikan ya memang luar biasa kenaikannya,” ucapnya.
Oleh sebab itu, KLHK mendorong kepada para produsen untuk misalnya perusahaan yang bergerak di consumer goods seperti Unilever untuk ikut bertanggung jawab dalam mengurangi sampah plastik.
“Persoalan yang ketiga memang peran tanggung jawab teman-teman produsen seperti Unilever ini juga ada dalam mengurangi persoalan sampah,” ujar Novrizal.
Pada kesempatan yang sama, Vice President of Home Care Indonesia & Dirt is Good SEA-ANZ Unilever Veronika Utami mengatakan saat ini pihaknya tengah mengembangkan inisiatif untuk menghadirkan produk-produk ke konsumen tanpa menggunakan kemasan plastik.
Veronika menyebut saat ini Unilever menggunakan kemasan tahan lama yang dapat terus diisi ulang atau refill station.
“Skema refill station memang merupakan salah satu alternatif yang banyak didengungkan oleh berbagai pihak sebagai ganti dari penggunaan kemasan plastik. Penerapan refill station membutuhkan perencanaan yang sangat matang dan uji coba berulang kali untuk memastikan bahwa model ini dapat dilakukan dalam skala besar,” jelas dia saat menghadiri acara kampanye ‘Yuk Mulai Bijak Plastik’ di Arborea Cafe.
Selain itu Unilever juga akan mengembangkan model bisnis lain yang mendukung ekonomi sekular. Artinya, perusahaan bakal memanfaatkan kembali kemasan yang sudah dipakai menjadi bahan kemasan baru.
Model itu akan didukung dengan teknologi CreaSolv yang bisa mendaur ulang sampah kemasan plastik yang berlapis-lapis seperti sachet dan pouch. Dalam konsep ekonomi sikular ini, sampah kemasan plastik akan terus didaur ulang. [dEe]