Hacker Manfaatkan Berita Virus Korona untuk Infeksi Internet
Peretas menggunakan pemberitaan media terkait virus korona untuk memikat masyarakat sehingga secara tidak sengaja mengunduh malware. Ahli keamanan siber memperingatkan tautan berbahaya berlagak seperti artikel atau video berita umum.
Tautan berbahaya serupa artikel atau video berita menyoal virus korona ini mengandung kode yang dirancang untuk mencuri informasi pribadi. Peretas menyebarkan artikel, unggahan dan video yang ditampilkan dalam format file resmi, seperti PDF atau MP4, untuk menyembunyikan bahaya mereka.
Mengklik dan mengunduhnya ke ponsel atau komputer memungkinkan peretas memperoleh akses ke informasi pengguna yang tersimpan dan data akan dapat dihancurkan, diblokir atau disalin saat peretas menginginkannya.
Virus korona mendapatkan perhatian media dalam jumlah besar karena menelan korban jiwa sebanyak 213 orang, dan menginfeksi sebanyak hampir 10 ribu orang. Hingga saat ini, belum tersedia vaksin atau obat yang dapat menyembuhkan penyakit akibat virus ini.
Kondisi serupa SARS dapat menyebabkan gejala serupa pneumonia dan dapat berakibat fatal untuk masyarakat berusia tua serta orang sakit dan anak-anak. Pada tanggal 31 Januari waktu setempat, dua kasus pertama telah dikonfirmasi oleh pemerintah Inggris.
Sebagai hasil penyebaran virus, media sosia ini didominasi oleh pemberitaan palsu menyoal virus ini. Facebook, Google dan Twitter telah menghadirkan upaya untuk mengurangi peredaran berita palsu ini, meski sejumlah kejahatan siber masih diketahui memanfaatkan histeria ini untuk menjebak pengguna internet.
Untuk mencegah terjebak dan menjadi korban penipuan tautan berbahaya, ahli keamanan siber Inggris mengimbau masyarakat untuk mengakses informasi langsung dari situs media resmi. Selain itu, pengguna internet diimbau untuk lebih meneliti ekstensi pada file yang diterima atau beredar.
Apabila tidak memiliki ekstensi bukan .docx, .pdf atau .mp4, maka file tersebut diperkirakan merupakan file tidak resmi dan berbahaya. Selain itu, file dokumen dan video disebut seharusnya tidak memiliki format .exe atau .Ink.
Sementara itu mengutip Tom’s Guide, analis malware Kaspersky Anton Ivanov menyebut hingga saat ini, perusahaannya baru menemukan 10 file unik. Namun aktivitas ini kerap terjadi saat terdapat pemberitaan populer, sehingga memiliki kecenderungan untuk bertumbuh.