Mayoritas Bisnis di Asia Tenggara Ingin Tambah Keamanan Siber
Penelitian tahunan Kaspersky mengungkapkan bahwa 79 persen responden dari wilayah Asia Tenggara telah mengonfirmasi rencana dalam peningkatan sistem keamanan TI, terlepas dari laba atas investasi yang diperoleh.
Setelah mewawancarai para pembuat keputusan di bisnis TI di seluruh dunia termasuk hampir 300 di Asia Tenggara, penelitian menunjukkan bahwa mayoritas (96 persen) dari workstation yang berlokasi di wilayah Asia Tenggara telah menginstal solusi keamanan, jumlah ini sedikit lebih tinggi daripada rata-rata kawasan Asia Pasifik sebesar 92 persen dan global 87 persen.
Menariknya, lebih dari satu diantara sepuluh solusi keamanan yang digunakan oleh UKM dan perusahaan di kawasan Asia Tenggara justru menggunakan perangkat lunak dengan sistem tidak berbayar atau gratis. Lalu sebanyak 19,5 persen dari partisipan lainnya mengaku menggunakan solusi berlisensi untuk pengguna rumahan.
“Patut diketahui bahwa semakin banyak bisnis di wilayah ini yang melihat potensi baik dari peningkatan kemampuan mereka dalam membentengi serangan siber. Kesediaan untuk berinvestasi lebih banyak adalah penting, tidak diragukan lagi. Namun, yang mengkhawatirkan adalah masih ada beberapa bisnis yang menggunakan keamanan endpoint secara gratis atau menerapkan solusi yang ditujukan hanya untuk pengguna internet individu,” komentar Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara Kaspersky.
“Solusi tidak berbayar mungkin masih dapat menawarkan perlindungan terhadap virus yang dikenal secara umum, tetapi sistem seperti itu tetap terbuka untuk ancaman yang semakin meningkat, sulit diketahui dan canggih.”
“Jaringan organisasi bisnis juga jauh lebih kompleks dibandingkan dengan sistem internet berbasis rumah dasar. Selain risiko akses bebas sejumlah informasi rahasia yang sedang diproses dan titik kontak data yang kompleks baik pada UKM maupun perusahaan besar, penggunaan solusi perangkat lunak tidak berbayar dan individual dapat dengan serius membahayakan seluruh ekosistem TI bisnis” jelasnya.
Dalam sektor ruang kerja, hampir empat dari sepuluh (39,8 persen) bisnis di Asia Tenggara memiliki dua hingga sembilan orang yang bekerja pada keamanan TI. Sekitar 6,7 persen mencatat bahwa hanya satu karyawan yang mengelola seluruh lingkungan keamanan siber dalam bisnis perusahaan.
Dilakukan pada akhir tahun lalu, survei juga mengungkapkan bahwa mayoritas (78,3 persen) dari karyawan yang terlibat dalam keamanan TI adalah staf internal spesialis, sementara 21,4 persen merupakan outsourcing dari perusahaan pendukung. Dan, 11,7 persen lainnya adalah staf internal non-spesialis.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh perusahaan keamanan siber global lebih lanjut membuka kedok bahwa hampir setengah (42 persen) dari bisnis di Asia Tenggara tidak yakin dalam perencanaan strategi efektif untuk memerangi ancaman yang kompleks.