Ternyata Media Sosial Dapat Mengubah Pola Konsumsi Masyarakat

Ternyata Media Sosial Dapat Mengubah Pola Konsumsi Masyarakat

Media sosial terbukti telah mengubah pola konsumsi masyarakat. Kebutuhan primer seperti sandang bahkan tergeser oleh rekreasi yang sebelumnya merupakan kegiatan mengisi waktu luang. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, saat ini berita mengenai perlambatan pertumbuhan konsumsi seringkali dihubungkan dengan kondisi retail. Padahal, saat ini terjadi perubahan konsumsi dari retail menjadi rekreasi. “Lalu disertai dengan foto mal kosong, maka disimpulkanlah pertumbuhan konsumsi mengalami perlambatan.

Ari mengatakan, ‎pertumbuhan konsumsi yang memiliki kontribusi 55 persen terhadap PDB, merupakan hasil kerja sama antara 250 juta penduduk Indonesia. Oleh karena itu, perlu dicermati juga perilaku konsumen di Indonesia. Menurut Ari, tren penggunaan media sosial banyak mempengaruhi hierarki kebutuhan masyarakat Indonesia. “Masyarakat cenderung mengindetikkan dirinya dengan kaum leisure, gaya hidup hedonis. Itu identitas mereka. Semakin media sosialnya disukai maka semakin tinggi kepuasan mereka.

Gaya hidup ini mengubah hierarki konsumsi masyarakat. Pangan masih berada di urutan pertama. Namun, posisi sandang yang sebelumnya berada di posisi kedua, kini tergeser oleh komunikasi dan transportasi. “Orang menjadi lebih suka pergi ke berbagai tempat agar fotonya bisa dipajang di media sosial. Mereka menyukai traveling,” ujar dia.

Ironisnya, gaya hidup tersebut ‎sangat minim diikuti dengan penambahan pendapatan. Masyarakat pun akhirnya harus membuat prioritas konsumsi. Dari hierarki konsumsi tersebut, salah satu yang sering ditekan adalah kebutuhan sandang. Hal ini terbukti dari pertumbuhan tekstil dan Produk tekstil yang tumbuh melambat hanya sekitar 2 persen. “Dari kelompok sandang, hanya sepatu yang mengalami pertumbuhan meningkat, lainnya alami penurunan. Kuat dugaan pertumbuhan sepatu ini‎ juga dilatarbelakangi oleh gaya hidup seperti tren olah raga lari.

Menurut Ari, pemerintah harus memanfaatkan perubahan pola konsumsi masyarakat ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Banyak potensi ekonomi yang tercipta dari pola hidup hedonis tersebut. “Justru harus dimanfaatkan, jangan dianggap konsumtifnya. Dia masih bisa jalan jalan, makan di restoran, pergi ke hotel meskipun bukan berbintang,” ujar dia.

Salah satu yang bisa lakukan pemerintah adalah membangun infrastruktur penunjang pariwisata. “Misalnya saja membangun kereta api dari Garut ke Pangandaran, sehingga perjalanan dari Jakarta tidak perlu 16 jam. Sekarang (pemerintah) lebih banyak lakukan proyek besar, jangan lupa proyek kecil yang bermanfaat‎.

Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistisk Badan Pusat Statistik (BPS), Sri Soelistyowati, menjelaskan bahwa konsumsi riil masih cenderung terus meningkat. Namun, terjadi perlambatan pertumbuhan karena ada kecenderungan untuk menahan belanja.

Selain itu, juga ada perubahan pola konsumsi masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang lebih tinggi di level konsumsi untuk kegiatan waktu luang (leisure activities). BPS menggolongkan komoditas yang termasuk dalam kegiatan waktu luang tersebut antara lain hotel, restoran, tempat rekreasi, dan kegiatan kebudayaan.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.