Ternyata di Indonesia Masih Kekurangan SDM Big Data

Ternyata di Indonesia Masih Kekurangan SDM Big Data

Indonesia kekurangan sumber daya manusia (SDM) di bidang big data (data scientist/ilmuwan data). Padahal, ke depan kebutuhan ilmuwan data semakin besar, seiring semakin banyaknya perusahaan yang menggunakan analisis big data untuk mengambil keputusan bisnis. Demikian Head of Research & Big Data PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom), Komang Budi Aryasa, pada “Seminar Ekonomi Digital” di El Royale Hotel, Jalan Merdeka, Bandung, Rabu 23 Agustus 2017.

Menurut dia, ke depan perusahaan akan mengarah pada data oriented decision making. “Sebelum ada big data, pengambilan keputusan perusahaan dilakukan dengan menggunakan intuisi pimpinan. Sekarang, keputusan diambil dengan menggunakan data yang melimpah,” ujar Komang. Persoalannya, kata dia, data yang melimpah tidak bisa digunakan secara mentah. Data harus diolah terlebih dahulu oleh seorang ilmuwan data agar bisa digunakan untuk mengambil keputusan. Namun, di Indonesia SDM yang memiliki kompetensi di bidang ini masih jarang.

“Selain belum ada jurusan di perguruan tinggi yang mendalami bidang ini, big data analytic sendiri merupakan hal baru di Indonesia. Baru dikenal sekitar tiga tahun terakhir,” tuturnya. Solusi persoalan tersebut, menurut Komang, PT Telkom sudah menyarankan agar perguruan tinggi di Indonesia membuat Fakultas Bisnis Analytics dengan kurikulum yang sesuai kebutuhan dunia usaha. Telkom, juga terus mendorong terbentuknya komunitas data science Indonesia.

Kepala Telkom Regional Jawa Barat (Jabar) yang juga Ketua Alumni Institut Teknologi Surabaya (ITS), Ketut Budi Utama, juga mengatakan, ke depan kebutuhan big data berikut analisisnya akan semakin besar. Apalagi bidang tersebut sangat dibutuhkan perusahaan, salah satunya untuk memprediksi prilaku pelanggan.

Masih minimnya pasokan ilmuwan data di Indonesia, pernah dilontarkan Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Dimitri Mahayana. Padahal, kata dia, penggunaan big data di Indonesia akan booming dalam dua sampai tiga tahun ke depan. “Permintaan data scientist membludak dengan adanya bidang tersebut. Perusahaan kekurangan sumber daya manusia yang tepat,” kata Dimitri.

Berdasarkan survey Sharing Vision di Indonesia pada 2016, 74% dari 35 orang responden mengaku berpotensi mengadopsi big data. Tidak ada satu pun responden yang meragukan potensi keberhasilannya dalam menunjang pengambilan keputusan. Namun, sebanyak 48% responden mengatakan, kendala utama dalam mengadopsinya adalah SDM. Kompetensi yang paling dibutuhkan, menurut mereka adalah big data analytic.

“Kekurangan suplai ilmuwan data, bukan hanya terjadi di Indonesia. Amerika Serikat (AS) yang sudah jauh lebih mapan dalam adopsi big data, nyatanya juga mengalami persoalan serupa,” katanya.

McKinsey Global Institute dan McKinsey’s Business Technology Office memprediksi, pada 2018 suplai data scientist negara adidaya hanya memenuhi 50%-60% permintaan. Proyeksi kekurangan data scientist AS pada 2018 diperkirakan mencapai 190.000 orang.

“Persoalannya, 12% pimpinan perusahaan tidak mengerti cara menganalisis big data. Sebanyak 10% perusahaan kekurangan SDM data scientist dan 86% perusahaan mencari SDM yang tepat,” tuturnya.

Data scientist merupakan SDM yang bertugas mengembangkan dan merencanakan kebutuhan proyek analytic dalam menjawab kebutuhan bisnis. Sebagai informasi, gaji data scientist di Negera Paman Sam sebesar 111.000 dolar Amerika Serikat (AS), jauh lebih tinggi dibanding data analis yang mencapai 70.000 dolar AS

Sumber

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.