Masih Ingatkah Anda dengan Cemilan Khas Gulali Tradisional

Masih Ingatkah Anda dengan Cemilan Khas Gulali Tradisional

Ketika belum banyak produk permen kemasan seperti sekarang, gulali cukup terkenal dikalangan anak-anak. Jajanan tempo dulu yang terbuat dari bahan gula, dijajakan pedagang keliling ini sempat ngetop pada masanya. Namun seiring perkembangan jaman, perlahan pedagang gulali tradisional sudah jarang terlihat.

Kehadiran pedagang gulali menjadi pemandangan langka, seperti yang terlihat beberapa hari lalu. Di Kawasan Tambakdahan, Kabupaten Subang, di antara kumpulan pedagang tampak seorang pedagang keliling menjajakan gulali.

Ia sibuk membentuk adonan gulali menjadi serupa burung. Seorang anak yang sejak tadi menunggu, kemudian menyerahkan uang ribuan setelah gulali yang dibentuk sang pedagang didapatkannya.

“Saya sudah lama jualan gulali, sejak dulu sampai sekarang, Alhamdulilah masih laku,” kata Amar (42). Ia merupakan pedagang gulali keliling asal Garut yang tinggal di Pamanukan Subang. Dia mengatakan menjual gulali yang sudah dibentuk seharga Rp 2.000. Setiap hari keliling ke berbagai daerah di Subang, tak jarang menempuh jarak cukup jauh.

Biasanya mencari tempat keramaian yang banyak anak-anak, di sekolah-sekolah atau acara hajatan. “Keliling jualan tempatnya tak tentu. Biasanya kalau ada acara, pasti mangkal. Kalau lagi sepi, biasanya mangkal disekolah,” ujarnya

Dia mengaku sudah lama tinggal di Pamanukan bersama enam teman sekampung. Semuanya sama-sama penjual gulali keliling. “Saya ngontrak sama temen-temen. Bikin adonan dan jualan masing-masing. Cuma tinggalnya saja bareng-bareng, pulang ke Garut sebulan sekali, kalau jualan sehari-hari di Subang,” ujarnya.

Dia mengungkapkan membuat adonan sejak malam, lalu berangkat pagi-pagi keliling berbagai daerah. “Kalau adonan sudah matang siap dibentuk sih tinggal diangetin aja, soalnya kalau gak panas susah dibentuk. Banyak model yang bisa dibuat, cuma yang laku burung-burungan, empeng (dot bayi), dan bunga,” ujarnya.

Amar mengaku setiap hari keliling sambil memikul dagangan. Sebagian berupa bahan yang siap dibentuk dalam wajan khusus. Wajan disekat menjadi dua, diisi gula pasir yang sudah dilelehkan tetapi beda warna.

“Jadi ada yang dadakan dibuat, ada juga yang sudah jadi dipajang dibungkus plastik. Biasa anak-anak beli yang sudah jadi, tapi banyak juga pesan, kalau belum ada jadi dibuat dadakan,” katanya.

Amar tak tahu pasti sampai kapan bisa bertahan. Namun ia berharap bisa terus berjualan gulali. Namun selama gulali yang kini telah langka masih disukai anak-anak, semangat Amar tetap terjaga

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.