Regulasi Lambat Jadi Penghambat Perkembangan Teknologi
Indonesia masih jauh panggang dari api ketika berbicara ekonomi digital. Regulasi yang dibuat pemerintah selama ini dianggap masih lemah dan kadang malah menghambat proses penyerapan teknologi terbaru ke dalam negeri.
Pendekatan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam merangsang iklim ekonomi digital juga dinilai belum menyeluruh. Seperti diketahui Kemenkominfo di bawah pimpinan Rudiantara memilih membiarkan sebuah bisnis teknologi berkembang sebelum menjatuhkan regulasi yang detail mengenainya.
Dasar argumennya, regulasi yang terlalu ketat terhadap industri yang masih belia akan mencegah pertumbuhannya. Premis itu terlihat jelas pada cara pemerintah menangani kehadiran transportasi online.
Pada kepemimpinan Ignasius Jonan kala sebagai Menteri Perhubungan misalnya, sempat muncul larangan terhadap transportasi online dengan dalih belum ada regulasi yang mengakomodasi keberadaannya. Namun ketika Presiden Joko Widodo menolak, larangan itu pun seketika menguap. Hingga kini hanya ada peraturan menteri. Itu pun hanya untuk taksi online. Sementara ojek online beroperasi tanpa dasar aturan sama sekali.
Hal-hal seperti ini yang membuat Purwanto, peneliti senior dari Penelitian dan Pelathian Ekonomi & Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada, menaruh perhatian cukup besar.
Purwanto melihat saat ini belum ada badan pemerintah yang sanggup menangani bisnis teknologi digital yang cakupannya bisa lintas sektor. Sebab dari pandangannya, baik Kemenkominfo maupun institusi lain seperti Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) belum menghasilkan kebijakan yang baik
“Sekarang pertanyaannya mereka punya kemampuan untuk mengkoordinasi dan mengatur sektor-sektor tidak? Itu masalahnya. Kalau enggak mampu, ya enggak bisa,” kata Purwanto.
Sebuah regulasi menurut Purwanto harus kuat dan otoritatif. Bila penghasil regulasinya tak punya otoritas maka regulasi yang dihasilkan pun bakal melempem.
“Makanya mungkin perlu badan yang sangat powerful yang mengintegrasikan itu,” imbuhnya.
Ketika ada badan yang kuat seperti itu, harapan Purwanto adalah regulasi yang dihasilkan bisa mengantisipasi teknologi dan ragam bisnisnya di masa depan. Sehingga menurutnya Indonesia tak lagi ‘kecolongan’ nilai keekonomian dari produk teknologi.
Contoh paling nyata yang ia utarakan adalah ketika negara-negara lain sudah memiliki konsep pajak untuk perusahaan internet seperti Google dan Facebook, Indonesia baru sibuk mengejar itu setahun belakangan. Ketika e-commerce sudah berjalan beberapa tahun namun hingga kini belum ada mekanisme penarikan pajak dari bisnis tersebut.