Amazon Web Service: Machine Learning Harus Semakin Inklusif
Amazon Web Service (AWS) penyedia solusi IT berbasis cloud dan machine learning baru saja menggelar rangkaian acara AWS re:Invent 2021 yang di dalamnya berlangsung diskusi panel dengan media dari seluruh Asia Pasifik, salah satunya membahas teknologi machine learning (ML).
“Estimasi Gartner, kecerdasan buatan (AI) dan turunan teknologi AI, termasuk ML, akan bernilai sebesar 3,9 triliun dolar AS pada tahun 2022 mendatang. Bukan hal yang mustahil apabila ML menjadi teknologi yang paling transformatif dan disruptif di masa depan,” tutur General Manager Machine Learning AWS, Kumar Chellapilla.
Di Indonesia, Dinas Kominfo dan Statistik Provinsi Bali menggunakan teknologi ML dari AWS untuk mengembangkan sistem absen virtual yang sangat penting bagi para ASN saat bekerja dari rumah selama pandemi.
“Diskominfo Bali mampu menghemat hingga 69 persen anggaran bulanan untuk sistem absen dan mengakselerasi perjalanan mereka menuju Smart Island. Semua ini berkat teknologi machine learning,” ujar Kumar.
Beberapa pelanggan AWS yang hadir dalam diskusi panel ini turut mengiyakan pernyataan Kumar. Mereka yang hadir antara lain Kunal Prasad, Co-Founder and CEO, CropIn; James Smith, Vice President of Data Analytics, Omnilytics; dan Mark Judd, Executive Manager of Digital Future, AusNet.
Masing-masing pelanggan menyetujui bahwa teknologi ML berperan penting dalam keberhasilan bisnis mereka, terlebih dalam menciptakan nilai tambah yang dapat dinikmati pelanggan mereka. Namun, yang terpenting adalah membangun sebuah budaya perusahaan yang mendorong pemanfaatan data di setiap lini bisnis dan juga inklusif.
CropIn adalah perusahaan teknologi pertanian (agri-tech) asal India. CropIn menghubungkan sekitar tujuh juta petani di tujuh negara bagian dengan ekosistem yang lebih luas. CropIn menggunakan kekuatan ML untuk mengidentifikasi berbagai data yang kritikal bagi sektor pertanian, antara lain prediksi bibit yang cocok untuk ditanam, penyakit yang menjangkit tanaman tertentu, hingga proses-proses yang masih kurang efisien dan dapat ditingkatkan.
“Kami melihat data yang kami telaah ini telah membuahkan hasilnya. Bukan hanya bagi petani yang turun ke ladang, melainkan juga kepada pelaku ekosistem lainnya, termasuk pemerintah, perbankan, hingga penyedia asuransi,” tutur Kunal.
Kunal menambahkan kini mereka dapat menggunakan data tersebut sebagai acuan da CropIn mampu menyambungkan para petani dengan pembiayaan dan asuransi yang petani butuhkan. Terkait cara membangun budaya ML di perusahaannya, Kunal mengaku bahwa CropIn menempatkan para arsitek dan ilmuwan data di atas rantai komando.
“Identifikasi masalah yang tepat adalah pekerjaan pertama. Kemudian, membuat model yang tepat adalah pekerjaan kedua. Jika kedua langkah ini sudah salah, maka bisa dipastikan bahwa solusi yang dikembangkan tidak akan menjawab permasalahan yang ada,” ungkap Kunal.
AWS menyadari bahwa pemanfaatan machine learning semakin luas dan bisa digunakan oleh semua pihak tanpa dengan tingkat keahlian yang beragam, makanya akses ke teknologi tersebut harus dibuat semakin mudah dan inklusif.
“AWS mengumumkan penambahan kapabilitas pada layanan ML andalan kami, Amazon SageMaker, dan berbagai komitmen terkait pendidikan ML pada ajang re:Invent 2021 ini. Kami terdorong untuk terus membuat teknologi ML lebih mudah diakses oleh semua orang, dari siswa, mahasiswa, hingga pekerja,” jelas Kumar.
Tidak cuma menyediakan teknologi baru di dalam layanannya AWS juga membuka program AWS AI & ML Scholarship sebagai program beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa untuk pendidika terbatas di bidang machine learning. Mereka juga memperkenalkan Amazon SageMaker Studio Lab untuk menyediakan kesempatan bagi semua orang bereksperiman dnegan teknologi ini secara gratis.