Ancaman Turun, Indonesia Masih Masuk 4 Besar Target Serangan Siber
Pandemi Covid-19 masih berdampak signifikan terhadap Indonesia. Kali ini Kaspersky menyoroti ancaman siber terkait lanskap malware seluler di Indonesia di masa sebelum dan setelah pandemi.
Data statistik Kaspersky dari 2019-2021 menunjukkan lanskap ancaman malware seluler di Indonesia mengalami penurunan sebesar 32,51 persen. Selain itu, ancaman malware mobile banking di Indonesia juga mengalami penurunan signifikan yaitu sebesar 75,49 persen dalam tiga tahun terakhir.
Meskipun terjadi penurunan jumlah serangan terhadap pengguna perangkat mobile di Indonesia, namun pengguna jangan lengah. Kaspersky memperingatkan serangan bisa saja menjadi semakin canggih baik serangan malware maupun fungsionalitas perangkat.
Pada periode pelaporan, setelah lonjakan pada semester kedua 2020, aktivitas kejahatan dunia maya secara bertahap mereda, tidak ada berita global atau kampanye besar, dan topik Covid-19 mulai memudar.
Pada saat yang sama, pemain baru terus muncul di arena siber karena malware menjadi lebih canggih; dengan demikian, penurunan jumlah keseluruhan serangan “dikompensasikan” oleh dampak yang lebih besar dari serangan yang berhasil.
Kaspersky mendeteksi dan memblokir sebanyak 375.547 deteksi ancaman malware seluler di Indonesia tahun lalu, dengan deteksi terbanyak terjadi pada kuartal dua (April-Juni) dengan 123.602 deteksi. Dari lebih setengah juta (556.482) deteksi ancaman terhadap pengguna Indonesia yang terdeteksi oleh Kaspersky di 2019, ini turun sebesar 32,51 persen pada 2021.
Selain itu, jika dibandingkan dengan tahun 2020, statistik juga menunjukkan sedikit penurunan sebesar 0,90 persen dengan 378.967 seluler ancaman malware terdeteksi pada periode tersebut.
Meski menurun, masih menempatkan Indonesia sebagai negara ke-4 dengan deteksi malware seluler terbanyak pada tahun 2021 secara global. Kemudian menyusul Rusia, Ukraina, dan Turki.
Tahun 2021 produk Kaspersky juga mendeteksi sebanyak 301 malware mobile banking terhadap Indonesia. Ini adalah penurunan secara umum (75,49 persen) dari 1228 deteksi pada 2019, tetapi juga meningkat 20,88 persen dibandingkan dengan 249 deteksi pada tahun 2020.
Era sebelum pandemi di 2019 menjadi tahun dengan dengan deteksi ancaman mobile tertinggi di Indonesia. Hal ini terjadi karena beberapa kegiatan besar yang terjadi pada 2019, salah satunya yaitu peringatan satu tahun inisiasi Making Indonesia 4.0, saat penggunaan teknologi tinggi berbasis teknologi digital ramai digaungkan.
Bagi mereka yang sangat aktif dengan kegiatan digital di perangkatnya hal ini sekaligus membuka peluang bagi para pelaku kejahatan siber untuk masuk.
“Masa depan di Asia Tenggara sudah pasti di mobile. Di permukaan, para pelaku kejahatan siber bisa menjadi terlihat semakin kurang aktif karena menurunnya serangan malware seluler. Namun ini adalah tren global dan bukan berarti kita menjadi lebih aman,” ujar Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.
“Kita harus ingat bahwa saat kita semakin terbiasa dengan aplikasi pembayaran digital, secara tidak sadar kita menempatkan uang jerih payah kita di dalam perangkat; perangkat yang biasanya tetap rentan terhadap serangan malware sederhana.”
“Di Asia Tenggara masih terdapat gap antara kesadaran akan ancaman dan aksi untuk mencegahnya sehingga kami mendorong para penyedia pembayaran digital dan pembuat regulasi untuk terus membantu mengingatkan pengguna untuk juga selalu melindungi perangkat mobile mereka,” terang Yeo.