Apa yang Terjadi, Seandainya Dunia Tanpa Keamanan Siber?
Vitaly Kamluk, Direktur Global Research & Analysis Team (GReAT) untuk Asia Pasifik (APAC) di Kaspersky, menyelami realitas alternatif dunia yang tidak memiliki perusahaan, solusi, dan layanan keamanan siber.
Dia mengungkapkan kemungkinan distopia digital setelah entitas pertahanan online dihapus dari realitas.
“Diproyeksikan bahwa pengeluaran keamanan siber secara global akan tumbuh menjadi USD460 miliar di tahun-tahun mendatang, hampir dua kali lipat pengeluaran kumulatif tahun 2021 dan hampir sebesar total PDB (produk domestik bruto) Thailand saat ini, misalnya.”
“Lanskap ancaman saat ini dapat meningkatkan proyeksi tersebut jika kita ingin mempertimbangkan situasi nyata di seluruh dunia. Jadi, wajar untuk bertanya mengapa kita harus berinvestasi begitu banyak ke dalam keamanan siber dan apakah situasi akan lebih baik jika mengalokasikan dana yang dimiliki untuk hal lain,” kata Kamluk.
Meskipun mungkin, Kamluk menyebutkan alasan mengapa hidup di dunia tanpa keamanan siber bukanlah pilihan tepat: tanpa enkripsi, tanpa privasi, tanpa kerahasiaan, tidak ada kontrol akses,
dan tidak ada validasi integritas.
Menghapus entitas pertahanan dunia maya membuka pintu lebar bagi para pelaku kejahatan siber untuk mengeksploitasi data pengguna, mulai dari informasi keuangan, kemungkinan masalah kesehatan, rencana perjalanan, pengeluaran, dan masih banyak lagi.
Tanpa kontrol akses, pemungutan suara dan survei elektronik dapat dicurangi untuk kepentingan pihak tertentu. Tidak ada yang akan memiliki akun pribadi online – karena tidak akan ada yang bersifat personal.
Tidak adanya validasi integritas juga membuat berita dan informasi tidak dapat dipercaya, dengan berita palsu dan disinformasi diperkirakan akan tumbuh merajalela. Anda tidak dapat mempercayai teknologi apa pun yang Anda gunakan, informasi apa pun yang Anda baca. Pada dasarnya, apa pun bisa dipalsukan di dunia tanpa keamanan siber.
“Saya melihat dunia tanpa keamanan siber sebagai distopia digital di mana tidak ada yang dapat sepenuhnya memanfaatkan peluang yang dibawa oleh teknologi terbaru yang ada di tangan kita.”
“Tanpa perusahaan dan solusi yang hadir untuk melindungi data kita, identitas kita, berita yang kita konsumsi, serta aplikasi dan perangkat yang kita gunakan, kita akan dibiarkan sendiri untuk mengarungi risiko dan saya yakin tidak ada yang akan memilih untuk melakukannya di tengah kehidupan yang penuh kekacauan seperti ini.”
“Saat ini, keamanan siber seringkali menjadi bagian tak terlihat dari kehidupan yang kerap kita anggap remeh, tetapi kita berhutang banyak untuk kemudahan tersebut yang telah membawa kita pada pencapaian peradaban saat ini,” tambah Kamluk.
Ketika berbicara mengenai risiko, Kamluk juga mengungkapkan bahwa dari Juli 2021 hingga Agustus 2022 saja, perusahaan keamanan siber global telah mendeteksi dan memblokir lebih dari 7,2 miliar serangan oleh objek berbahaya termasuk malware dan konten web berbahaya di seluruh dunia.
Dari Agustus 2021 hingga Juli 2022, Asia Pasifik tampaknya menjadi kawasan yang rentan. Satu dari setiap tiga (35 persen) deteksi objek berbahaya yang terdeteksi menargetkan pengguna dari wilayah tersebut. India, Jepang, Vietnam, Tiongkok, dan Indonesia adalah lima negara teratas dalam hal upaya infeksi.
Sebagai perusahaan keamanan siber global dan kontributor utama utama untuk mendeteksi dan menggagalkan serangan canggih di seluruh dunia, eksekutif utama Kaspersky juga membayangkan dunia tanpa Kaspersky.
Chris Connell, Managing Director untuk Asia Pasifik dan Wakil Presiden untuk Penjualan Global dan Jaringan di Kaspersky, menilik kembali ke awal perusahaan pada tahun 1997 ketika tidak ada yang tahu bahwa dunia akan memerangi satu malware setiap jam tanpa teknologi analisis heuristik Kaspersky.
Pada tahun 2015, dunia tanpa Kaspersky juga tidak akan mengetahui perampokan dunia maya senilai USD1 miliar yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dicuri dalam waktu sekitar dua tahun dari lembaga keuangan di seluruh dunia oleh kelompok penjahat dunia maya Carbanak.
Kaspersky juga menjadi salah satu pendiri inisiatif No More Ransom dan memberikan decryptor gratis sebagai bentuk perlindungan. Inisiatif ini telah berkembang dari empat mitra menjadi 188, menyumbangkan 136 alat dekripsi dan membantu lebih dari 1,5 juta orang di seluruh dunia mendekripsi perangkat mereka.