Kemkominfo Bakal Panggil Google
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) terus berupaya mengurangi peredaran konten negatif di jaringan internet Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu bertindak tegas kepada layanan over the top (OTT) yang beroperasi di Indonesia.
Salah satu cara memastikan semua konten di layanan mereka tidak melanggar regulasi yang ada ialah dengan menggelar pertemuan secara langsung. Dalam pertemuan itu, Kemkominfo ingin mengimbau semua OTT agar memastikan layanan mereka tidak melanggar peraturan di Indonesia, terutama konten-konten yang ada di dalamnya.
Pertemuan itu akan digelar dalam waktu dekat dan secara khusus membahas soal konten pornografi, yang diduga selalu bertambah setiap hari. Google termasuk salah satu layanan OTT yang akan dipanggil. “Kami nanti akan panggil aplikasi-aplikasi lain yang beroperasi di Indonesia. Dalam waktu dekat ini,” tutur Semuel saat ditemui di kantor Kemkominfo, Rabu (8/11/2017).
Rencana pemanggilan layanan OTT ini kembali mengemuka usai Kemkominfo mengurus persoalan konten GIF bermuatan pornografi di layanan WhatsApp. Konten tersebut milik Tenor, yang merupakan salah satu penyedia GIF di WhatsApp. “Mereka kan tamu dan kita tuan rumah, sehingga harus mengikuti aturan kita,” tambah Samuel.
Sebelumnya, pria yang akrab disapa Semmy ini mengatakan Kemkominfo akan memberlakukan alat sensor yang secara otomatis mencari konten negatif, kemudian akan memblokirnya. Mesin pencari dinilai juga perlu difilter, terutama konten-konten yang bertentangan dengan undang-undang.
Salah satu cara agar Indonesia bisa lebih optimal mencegah konten-konten negatif, termasuk pornografi, di aplikasi chat seperti WhatsApp, yaitu dengan memperbanyak aplikasi buatan lokal. Semakin banyak aplikasi lokal bisa membuat pemerintah memiliki daya tawar ketika ada kasus terkait layanan asing.
Diungkapkan pakar keamanan siber, Pratama Persadha, kasus konten pornografi di aplikasi WhatsApp seharusnya menjadi titik balik bagi pemerintah agar berusaha lebih keras untuk mulai mandiri secara teknologi. Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah dapat memberikan dukungan yang maksimal agar banyak aplikasi bisa dibuat oleh masyarakat dan di Indonesia.
“Kita harus mulai mandiri secara teknologi. Sekarang kita belum ada bargaining power (daya tawar) karena tidak ada aplikasi alternatif (terkait kasus WhatsApp),” Pratama menilai Indonesia memiliki banyak potensi hebat yang bisa membuat berbagai aplikasi. Ia berharap pemerintah tidak hanya memberikan dukungan moral, tapi juga secara materiel.
“Pemerintah harus memanfaatkan potensi-potensi tersebut. Jangan sampai bakat-bakat hebat itu lari ke luar negeri karena tidak adanya dukungan di dalam negeri. Karena selain dukungan (moral), pemerintah juga harus memberikan dukungan secara finansial dan untuk hal ini bisa bekerja sama dengan pihak swasta, tapi inisiasinya harus dari pemerintah,” jelas Pratama.
Dijelaskan Pratama, aplikasi-aplikasi lokal akan membutuhkan dukungan finansial yang besar seiring dengan pertumbuhan penggunanya. Saat itulah, dukungan dari pemerintah dan pihak swasta akan sangat dibutuhkan.
“Ketika penggunanya semakin banyak, maka infrastruktur yang dibutuhkan juga semakin besar karena mereka akan butuh lebih banyak hal termasuk server. Nah, pemerintah bisa menyediakan anggaran untuk hal itu, bisa juga kerjasama dengan swasta,” tuturnya.