Kenali Bagaimana Plastik Bahayakan Bumi
Dunia merayakan hari bumi, kemarin (22/04/2019). Perayaan hari Bumi sendiri dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet “rumah” manusia. Sayangnya, dari tahun ke tahun, kondisi Bumi kian memprihatinkan akibat polusi. Salah satu polusi yang menjadi masalah adalah perkara plastik.
Sebagai informasi, saat ini lebih banyak potongan mikroplastik di laut dibanding bintang di galaksi kita. Bahkan, diperkirakan, pada 2050 akan ada lebih banyak plastik dibanding ikan di laut. Masalah plastik ini sulit dihindari karena bahan tersebut murah, mudah dibentuk, kuat dan tahan lama. Karena sifatnya ini, pada 1950-an saja, 8,3 miliar metrik ton plastik diproduksi di seluruh dunia.
Plastik memang tidak secara langsung menghancurkan Bumi, tapi bahan ini perlahan menempatkan rumah kita dalam bahaya. Bagaimana tidak, konsumsi plastik setiap harinya semakin banyak bahkan bisa dibilang nyaris tak terkendali. Dengan jumlah yang sangat banyak itu, penanganan sampah plastik justru minim. Melansir dari laporan The Independent pada September 2017, 79 persen plastik yang diproduksi selama 70 tahun terakhir berakhir di pembuangan sampah. Hanya 9 persen sampah plastik yang akhirnya di daur ulang. Sisanya, plastik dibakar begitu saja.
Di antara banyaknya plastik yang berkahir ke pembuangan, sebagian besar masuk ke lautan. Angka sampah plastik yang masuk ke laut setiap tahunnya mencapai 8 juta ton. Para ilmuwan memperkirakan, pada 2050 akan lebih banyak plastik dibanding ikan di laut. Saat ini saja, diperkirakan laut dunia mengandung sekitar 51 triliun partikel mikroplastik. Kabar buruknya, beberapa jenis plastik beracun dan dapat mengganggu hormon penting bagi kehidupan yang sehat. Dengan kata lain, plastik bisa meracuni dan menjadi polutan bagi alam.
Tak hanya beracun, sampah plastik juga sering dibuang secara sembarangan. Sering kali, sampah jenis ini menyumbat saluran air di perkotaan hingga mengotori taman atau destinasi wisata. Jika sudah begitu, bencana sering datang sebagai akibatnya. Sumbatan saluran air tak jarang mendatangkan banjir atau destinasi wisata dan taman yang kotor membawa penyakit.
Bagi beberapa hewan laut, plastik yang tak beracun pun bisa berbahaya. Bentuknya yang seperti ubur-ubur sering membingungkan beberapa hewan seperti kura-kura, paus, dan lainnya. Ini terbukti dari banyaknya kasus hewan laut terdampar dan mati karena menelan plastik. Seperti yang kita tahu, plastik sulit sekali terurai apalagi tercerna oleh hewan. Akibatnya, hewan-hewan tersebut mengalami malnutrisi hingga mati. Tak hanya mengira plastik sebagai makanan, banyak hewan laut yang terjerat plastik dan tidak bisa melepaskannya. Pada akhirnya hewan tersebut terluka atau mati karena plastik. Sejauh ini, diketahui bahwa sampah plastik di laut membahayakan lebih dari 600 spesies. Hal tersebut bisa memicu kepunahan massal keenam bagi kehidupan di Bumi.
Kematian sebagian besar populasi laut ini adalah kabar buruk bagi manusia. Pasalnya, manusia juga mengonsumsi ikan laut dan garam. Beberapa penelitian menemukan bahwa ikan yang kita konsumsi telah tercemar mikroplastik. Dengan kata lain, plastik menemukan jalannya masuk ke tubuh manusia. Sebuah tim peneliti internasional bahkan menemukan bahwa mikroplastik ditemukan di dalam tinja manusia. Itu berarti manusia telah terinfeksi plastik. Meski begitu, belum ada penelitian lebih lanjut tentang dampak mikroplastik pada tubuh manusia.
Perkara besar plastik adalah proses penanganannya. Apalagi, plastik sangat sulit terurai. Ini membuat para peneliti berlomba membuat plastik yang lebih ramah lingkungan. Sayangnya, plastik yang lebih ramah lingkungan sering kali meminta kondisi khusus untuk penguraiannya. Lagi-lagi masalahnya adalah ketidaktahuan tentang bagaimana seharusnya memperlakukan sampah-sampah plastik tersebut. Ditambah, sangat sedikit informasi mengenai hal ini. Pada akhirnya, sampah plastik tidak tertangani dengan baik. Di samping itu, ada pula kasus di mana plastik tidak lantas bisa didaur ulang. Padahal seperti yang kita ketahui, sebagian besar sampah plastik bisa bertahan selamanya. Plastik jenis ini akan memberi lebih banyak masalah bagi Bumi.
Tentu lebih mudah untuk nyinyir dampak buruk dari plastik. Padahal benda itu pada dasarnya tidak jahat dan punya berbagai macam fungsi. Fungsi plastik bahkan sering sulit digantikan. Misalnya saja pada sikat gigi hingga botol minum. Merangkum dari laporan Forbes tahun 2018, “keabadian” plastik mengilhami beberapa peneliti untuk mulai berpikir secara luar biasa untuk mengembangkan inovasi untuk mengarahkan kembali plastik yang sudah ada untuk mengurangi efek perubahan iklim. Kuncinya terletak pada struktur kimia plastik.
Sebagai informasi, plastik terbuat dari rantai panjang – polimer – molekul karbon, seperti karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4). Pada dasarnya, jika kita dapat secara permanen menghilangkan sebagian gas CO2 atau CH4 dari atmosfer dengan mengasingkannya menjadi plastik, kita akan secara efektif mencegah gas-gas ini dari menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada iklim. Peneliti di California mencoba untuk memanfaatkan kemampuan mikroba tertentu dalam menangkap metana dan menempelkannya bersama untuk memuat polimer yang dapat diproduksi menjadi potongan plastik besar dan berguna.
Penelitian lain, plastik yang sudah ada diubah menjadi filamen plastik yang digunakan oleh printer 3D. Merode ini akan membebaskan karbo dioksida dalam plastik ke atmosfer untuk membantu memerangi perubahan iklim. Beberapa inovasi lain juga dibuat dari hal yang sepertinya di luar imajinasi manusia. Para peneliti berpikir memanfaatkan mikroba untuk mengubah plastik ke bentuk lain yang lebih bermanfaat bagi alam. [dEe]