Kerja Hybrid Makin Diminati Karyawan, Perusahaan Harus Bisa Adaptasi
Pandemi telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah metode atau cara bekerja yang baru, yang dulunya bekerja dari kantor menjadi bekerja dari mana saja (remote).
Tren bekerja secara hybrid muncul sebagai solusi untuk menjaga bisnis tetap beroperasi sekaligus untuk memastikan keamanan dan kesehatan karyawan. Tren ini tampaknya tidak akan hilang sepenuhnya meski pandemi telah berakhir.
Respon pekerja terhadap hybrid working juga berubah selama pandemi. Di tahun 2020, hanya 36 persen dari 5.889 pekerja yang memilih bekerja dari rumah, sementara 2 tahun berikutnya angka tersebut naik ke 61 persen.
Selain sebagai upaya melindungi diri dari penyebaran Covid-19, banyak pekerja melihat bahwa bekerja dari rumah juga membawa keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi, sehingga berdampak pada tingkat produktivitas yang lebih baik.
Meski Covid-19 kini tidak lagi menjadi alasan bagi orang-orang untuk memilih bekerja dari rumah, perusahaan tetap perlu mempertimbangkan dan menyesuaikan kembali perubahan di lingkungan kerja mereka.
Fleksibilitas dalam bekerja,sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ditawarkan, kini telah menjadi opsi ‘wajib’ bagi 52 persen pekerja di Indonesia pasca pandemi, yang mana 22 persen lebih tinggi dari angka sebelum pandemi.
Fleksibilitas juga telah menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh banyak pekerja untuk bertahan atau meninggalkan perusahaan tempat mereka bekerja. Studi yang sama menyebutkan bahwa 49 persen pekerja Indonesia mempertimbangkan untuk pindah ke perusahaan yang menawarkan mereka opsi bekerja yang lebih fleksibel.
Pandemi telah memberikan pengalaman kerja remote dan hybrid terhadap para pekerja profesional dan bagi organisasi. Fleksibilitas, yang awalnya hanya bisa dilakukan oleh pekerja paruh waktu atau lepasan, kini menjadi cara kerja yang bisa dinikmati banyak orang.
Sekitar 79 persen perusahaan besar di dunia percaya bahwa karyawan mereka memilih bekerja di kantor daripada tempat lain. Faktanya, 62 persen karyawan memilih opsi untuk bekerja dari rumah sesekali atau hybrid working dan hanya 38 persen karyawan yang memilih untuk bekerja lima hari seminggu dari kantor.
Cara bekerja secara hybrid saat ini memang masih memiliki ruang untuk berkembang. Namun, bisnis dan industri harus mulai menyadari bahwa cara ini tidak lagi hanya sebatas tren belaka.
Dengan semakin banyaknya masyarakat yang memilih untuk bekerja secara hybrid, akan sangat sulit bagi metode ini untuk hilang sepenuhnya. Sebaliknya, baik perusahaan maupun industri harus mulai beradaptasi sehingga mampu memaksimalkan potensi karyawan mereka di waktu yang akan datang.
Meski begitu, bekerja secara hybrid tidak selamanya menawarkan hal-hal yang baik saja. Lingkungan kerja baru ini juga membawa tantangan baru bagi pekerja dan perusahaan. Aktivitas kerja kini tidak terjadi di kantor fisik dan bisa bertempat di dapur atau ruang tamu di rumah kita.
Batasan yang kabur antara waktu pribadi dan kerja menjadi tantangan yang harus dihadapi banyak pekerja. Alhasil, kesehatan mental kini banyak dibicarakan dan tidak dapat diabaikan lagi.
Perusahaan harus beradaptasi dan mengkaji kembali kebijakan, praktik kerja karyawan dan lingkungan kerja mereka untuk mendukung karyawan mereka, serta menarik dan mempertahankan talenta baru dengan standar terkini.
Meeting yang dilakukan terus-menerus menjadi tantangan selanjutnya, kegiatan yang membuat banyak pekerja merasa bahwa mereka bekerja jauh lebih lama di era hybrid saat ini dibanding era sebelumnya.
Banyak orang juga merasa kurang akrab dengan rekan-rekan mereka dan khawatir bahwa hal tersebut akan memengaruhi peluang karir mereka ketika mereka jarang berada di kantor secara fisik.
Bayu Eko Susetio, Video Collaboration Lead Logitech Indonesia, mengatakan, kolaborasi menjadi tantangan di era hybrid working. Perusahaan-perusahaan teknologi di dunia tengah mendorong solusi inovatif terbaik bagi perusaahan yang mengadopsi lingkungan kerja daring dan tatap muka.
Meski begitu, pengembangan tidak hanya berlaku untuk teknologi, tetapi juga ekosistem di sekitarnya seperti pemerintah, perusahaan, dan pekerja.
Selain koneksi internet yang stabil, akses pada sumber daya yang dibutuhkan, dan komunikasi yang jelas, pekerja juga membutuhkan teknologi yang benar-benar memudahkan mereka untuk bekerja sama dengan rekan kerja dan klien mereka.
Salah satu cara terbaik untuk memaksimalkan kedekatan antara rekan kerja dari berbagai lokasi berbeda adalah dengan memfasilitasi tiap karyawan untuk terhubung dengan mudah.
Perusahaan bisa menyediakan perangkat kerja kelas profesional bagi karyawan mereka seperti perangkat konferensi video untuk meningkatkan kolaborasi tim dan mendukung pengalaman kerja dari rumah.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dengan semakin banyaknya karyawan yang bekerja dari mana saja, antara lain adalah mengatasi kebutuhan akan keamanan siber. Perusahaan harus memastikan bahwa teknologi yang mereka gunakan siap untuk menghadapi ancaman siber di masa mendatang.
Bekerja di luar kantor juga terbukti produktif dan efektif, dan tampak jelas bahwa bekerja secara hybrid akan menjadi tren kerja masa depan. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan perusahaan adalah mencari cara untuk memanfaatkan perangkat teknologi untuk kerja sama tim dalam operasional bisnis mereka.
Mulai dari perangkat kolaborasi video, infrastruktur jaringan, hingga aturan kerja baru, perusahaan perlu mulai membangun ekosistem kerja hybrid yang kuat, yang bisa mewujudkan kolaborasi setara dan inklusif antara karyawan.