Kota Bandung Pecahkan Rekor Pianika
Kota Bandung memecahkan rekor pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2017. Ini setelah 2110 siswa kelas tiga dan empat dari 80 SD se-Kota Bandung memecahkan rekor dengan memainkan alat musik pianika dan keyboard terbanyak di Indonesia.
Tiga lagu dimainkan oleh para peserta, yakni lagu “Halo-Halo Bandung”, “Pergi Belajar”, dan lagu “Hymne Guru”. Rekor tersebut dicatat oleh Original Records Indonesia dan diserahkan kepada Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil dalam rangkaian peringatan Hari Pendidikan Nasional tingkat Kota Bandung di Plaza Balai Kota Bandung, Selasa, 2 Mei 2017.
Adapun pada upacara Hardiknas itu, Ridwan yang bertindak selaku inspektur upacara mengingatkan berbagai pemikiran Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Pendidikan Indonesia. Yang pertama adalah Panca Dharma, yakni konsep pendidikan yang berlandaskan lima dasar: kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Ada pula konsep Kon-3, di mana pendidikan harus diselenggarakan berdasarkan asas kontinuitas, konvergensi, dan konsentris. Artinya, proses pendidikan perlu berkelanjutan, terpadu, dan berakar di bumi tempat dilangsunkannya proses pendidikan. Ketiga, adalah Tri-Pusat Pendidikan, di mana proses pendidikan harus dipusatkan di tiga lingkungan, yaitu lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Ridwan sendiri mengaku bangga dengan perkembangan proses pendidikan di Kota Bandung karena saat ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam bidang pendidikan sudah mencapai angka 90. “Berarti akses pendidikan di Kota Bandung ini kualitas dan indeks manusia dari sisi pendidikan menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia,” katanya.
Pada peringatan tahun ini, ia ingin mengingatkan kembali visi pendidikan Kota Bandung sebagai gerakan bersama. Pendidikan bukan sekadar tugas pemerintah ataupun sekolah, melainkan semua pihak perlu turut mensukseskan pendidikan di negeri ini.
“Kalau gerakan itu artinya jangan melemparkan tanggung jawab pendidikan ini hanya kepada institusi. Karena kalau Ki Hajar itu nasihatnya pendidikan itu ada tiga, ada di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Jangan hanya mengandalkan anak itu hanya dididik di sekolah,” ujarnya.
Karena itu, dia menuturkan, mewujudkan pendidikan karakter yang selama ini diusung oleh pemerintah pusat harus menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari orang tua, guru, dan masyarakat.
“Itulah kenapa pendidikan seperti magrib mengaji dan lain-lain bagian dari pendidikan di masyarakat. Kemudian orang tua juga sediakan waktu yang berkualitas mendidik anak-anak. Minimal pendidikan karakter,” katanya.
Sistem ini diyakininya akan mampu mendorong generasi muda untuk menyukseskan Indonesia Emas pada dekade mendatang. Dengan menyiapkan kualitas anak-anak muda yang kompetitif, ia percaya akan memberikan dampak luar biasa pada bonus demografi tahun 2045.
Sumber : PikiranRakyat