Krisis Ojol Menghantam, Grab-Gojek Bakal Pusing Cari Driver
Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah driver ojek online (ojol) diprediksi akan menurun drastis. Penyebabnya adalah pendapatan mereka yang mengalami penurunan karena potongan besar yang dilakukan perusahaan aplikasi ride hailing seperti Gojek dan Grab.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono menjelaskan potongan besar dan pendapatan yang tak sebesar dulu membuat masyarakat tidak antusias menjadi pengemudi lagi. Fenomena yang berbeda dari sekitar tahun 2016, saat banyak orang berbondong-bondong beralih profesi menjadi driver ojol.
Saat pertama kali muncul tahun 2010-2015 penghasilan para pengemudi bisa mencapai Rp 10 juta. Tahun 2016, aplikasi mulai ada perekrutan besar-besaran untuk posisi driver.
Namun pada 2016-2018, pendapatan para driver mulai menurun hingga 50% dari sebelumnya. Hal ini diperparah dengan keadaan pandemi yang makin memotong pemasukan pengemudi.
“Memang yang membuat ini terus menurun karena banyak potongan perusahaan aplikasi terhadap pengemudi ojek online. Hal ini sebagai gambaran perusahaan tidak memperhatikan, tidak merawat pengemudinya, namun hanya profit oriented saja,” kata Igun.
Dia menjelaskan yang berlaku saat ini adalah potongan lebih dari 20%, sementara pihaknya telah meminta untuk maksimal melakukan potongan sebanyak 10%.
Menurutnya, jika tidak ada penurunan potongan, bakal ada krisis pengemudi ojol di masa depan. Bahkan dia mengatakan fenomena ini akan terjadi dalam lima tahun ke depan di kota-kota besar.
“Selagi tidak terlaksana, kami yakin jumlah pengemudi akan terus menurun. Bisa dilihat ke depannya pada kota-kota besar jumlah ojek online semakin menurun untuk lima tahun ke depan,” jelasnya.
Di Luar Ekspektasi
Pada akhir tahun lalu, tarif ojol sendiri telah resmi dinaikkan. Hal ini berdasar pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 ditetapkan 4 Agustus 2022.
Kendati begitu, mitra driver tak merasakan ‘cipratan’ penambahan pendapatan dari kenaikan tarif itu. Bahkan, pemotongan upah masih terjadi.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril mengatakan pengguna ojol kerap berekspektasi layanan ojol meningkat berkait kenaikan tarif. Namun, itu tak bisa terjadi karena para driver empot-empotan kejar target dan tak dapat upah lebih.
“Tapi mitra tidak bisa melakukan perbaikan layanan karena menerima pendapatan dari tarif yang makin kecil. Sangat banyak saingan dan harus menambah jam kerja,” kata dia saat dihubungi CNBC Indonesia.
“Yang merusak sistem transportasi online adalah aplikasi sendiri. Dengan terus menambah biaya potongan tanpa peduli kesulitan mitra driver,” ia menambahkan.
Jika nantinya krisis driver benar-benar terjadi, Taha mengatakan ini merupakan kesalahan para penyedia platform. Pasalnya, mereka cuma peduli persaingan bisnis tanpa memperhatikan nasib driver.
“Menurut saya, aplikasi sendiri biang keladinya. Sejak meledaknya quota mitra driver, aplikasi jumawa dengan bisnisnya. Arogan sekali! Nggak heran kalau mitra driver banyak yang sudah nggak sanggup menjalankan profesinya,” pungkasnya.
Sementara penelitian Mahasiswa Doktoral London School Economics (LSE), Muhammad Yorga Permana mengungkapkan para ojol berminat untuk beralih profesi menjadi pegawai tetap. Salah satu alasannya karena pendapatan mereka terus mengalami penurunan.
Penelitian mencatat penurunan pendapatan terjadi pada 2019. Bonus harian yang ditawarkan aplikasi juga tak lagi menarik sekarang.