Mungkinkah Menggabungkan Dunia Nyata & Virtual?
Masa pandemi membawa banyak perubahan bagi kebiasaan sehari-hari. Berbagai langkah mitigasi yang perlu dilakukan dalam menekan laju penyebaran virus Covid-19 menjadi pemicu perubahan tersebut, termasuk membatasi mobilitas.
Adaptasi teknologi digital pun menjadi solusi dalam perubahan yang dilakukan oleh berbagai bidang, mulai dari bisnis, birokrasi, kesehatan, hingga pendidikan. Adanya terobosan teknologi yang membuat kehidupan dunia nyata, dan virtual semakin dekat.
Salah satunya yang dilakukan raksasa teknologi, Facebook, yang mengembangkan Metaverse dan menghebohkan dunia. Metaverse didefinisikan sebagai dunia virtual tiga dimensi, di mana pengguna dapat berkumpul di sana dalam bentuk digital, seperti avatar dan melakukan interaksi yang kompleks seperti di dunia nyata.
Istilah ini awalnya diciptakan oleh penulis fiksi ilmiah Neal Stephenson sebagai metafora dari dunia nyata, perwujudan dari internet, dan pelarian dari kenyataan.
Pada Oktober lalu, Facebook mengatakan akan menghabiskan sekitar US$ 10 miliar selama tahun depan untuk mengembangkan teknologi dalam membangun Metaverse.
“Harapan kami adalah bahwa dalam dekade berikutnya, Metaverse akan menjangkau satu miliar orang, menampung ratusan miliar dolar perdagangan digital, dan mendukung pekerjaan bagi jutaan pencipta dan pengembang,” tulis Pendiri Facebook Mark Zuckerberg, dikutip dari Fortune.
Selain Facebook, beberapa perusahaan populer yang telah mulai membantu membangun metaverse, seperti Epic Games, Niantic, Decentraland, Nvidia, Microsoft, dan Apple.
Adapun Apple dilaporkan akan merilis headset virtual reality (VR)-augmented reality (AR) campuran pada tahun depan yang menelan biaya hingga US$ 3.000.
Diketahui, saat ini bidang kesehatan telah menggunakan komponen penting Metaverse, di antaranya VR, AR, mixed reality (MR), dan artificial intelligence (AI).
Perusahaan perangkat medis menggunakan MR untuk merakit alat bedah dan merancang ruang operasi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggunakan AR dan smartphone untuk melatih responden Covid-19, dan psikiater menggunakan VR untuk mengobati stres pascatrauma (PTS).
Teknologi imersif pada realitas virtual memiliki potensi untuk “mengubah” terapi dan perawatan kesehatan. Dilansir dari BBC, VR pun telah berkembang pesat di sektor kesehatan global. Kemudian, pendiri Oxford VR Prof Daniel Freeman, yang telah mendukung Institut Penelitian Kesehatan Nasional pemerintah, mengatakan teknologi imersif dan VR akan memainkan peran utama di masa depan, berdasarkan hasil positif yang dilihatnya.
Sementara itu, Bos Microsoft Bill Gates mencatat dalam beberapa tahun ke depan, kegiatan virtual akan semakin masif di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Apalagi pandemi Covid-19 telah merevolusi tempat kerja, dengan lebih banyak perusahaan yang menawarkan fleksibilitas bagi karyawan yang ingin bekerja dari jarak jauh.
“Dalam dua atau tiga tahun ke depan, saya memperkirakan sebagian besar pertemuan virtual akan berpindah dari grid gambar kamera 2D ke metaverse, ruang 3D dengan avatar digital,” tulis Gates dalam posting blognya.
Meski begitu, kata dia, penggunaan Metaverse masih butuh waktu dan memerlukan kemauan dari para pengguna sebelum visi bekerja di dunia Metaverse menjadi kenyataan.