Pemalsuan Barang di Indonesia Sangat Tinggi
Tingkat pemalsuan barang, termasuk peranti lunak, di Indonesia masih berada di angka yang mengkhawatirkan. Studi terakhir yang dilakukan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyatakan hal tersebut. Berdasarkan hasil studi, MIAP dan FE UI menempatkan banyaknya pemalsuan tertinggi di Indonesia, yakni pada produk tinta printer (49,4 persen), pakaian (38,9 persen), barang dari kulit (37,2 persen), dan peranti lunak (33,5 persen).
Menurut hasil studi ini, situasi pemalsuan tersebut menimbulkan kerugian terhadap ekonomi nasional hingga Rp 65,1 triliun serta hilangnya pendapatan dari pajak tidak langsung atas penjualan peranti lunak asli hingga Rp 424 miliar. Untuk mengatasi beredarnya produk peranti lunak palsu di marketplace, Tim Microsoft Digital Crimes Unit (DCU) mulai mengidentifikasi dan mengambil langkah tegas terhadap penjual peranti lunak palsu di sejumlah marketplace di Indonesia.
Mereka bekerja sama dengan sejumlah internet service provider (ISP) dan computer emergency response team (CERT) di lingkungan pemerintahan untuk mengatasi serangan siber. Tindakan ini diharapkan mampu meminimalkan bahaya serangan siber bagi konsumen, baik individu maupun organisasi.
Sebagai hasil dari rangkaian tindakan yang telah diambil, beberapa penjual berinisiatif mengakui kesalahan mereka dalam menjual peranti lunak palsu dan atau menempatkan sertifikat keaslian palsu di barang dagangan masing-masing. Pada Februari 2017, reseller daring, seperti Suryabaru IT di Surabaya, Kamar 56 di Jakarta, dan Inotech di Bandung, serta toko-toko, seperti Notebook ASEAN dan Ruphen Shop di Jakarta, menerbitkan iklan permintaan maaf kepada pelanggan melalui beberapa media cetak ataupun online.
Upaya mengurangi bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh peredaran barang palsu dapat terwujud jika para pemangku kepentingan perlindungan konsumen, mulai dari produsen, penjual, penegak hukum, hingga masyarakat, sepakat untuk bersinergi. Tindakan yang telah dijalankan Tim Microsoft diharapkan dapat mendorong terciptanya transaksi dagang yang lebih sehat di Indonesia. Sebab, salah satu penyebab utama tingginya angka penjualan dan penggunaan barang palsu adalah kurangnya sanksi nyata terhadap para penjual ataupun konsumen.
Dari hasil studi, lebih dari 64 persen konsumen merasa tidak mungkin diadili sekalipun mereka menggunakan barang palsu, sementara lebih dari 32 persen penjual mengaku sering terkena razia, tetapi tidak terkena sanksi hukum. Linda Dwiyanti, Consumer Channels Group Director Microsoft Indonesia, berujar, selama jangka waktu tiga bulan, Microsoft DCU berhasil mengidentifikasi sedikitnya 23 penjual peranti lunak palsu yang beroperasi di e-commerce.
Saat ini, Microsoft Indonesia sedang memproses tindakan hukum untuk tiga di antaranya. Perusahaan juga tengah bekerja sama dengan MIAP dan pemerintah untuk menindaklanjuti para penjual peranti lunak palsu lainnya. “Tujuan akhir kami yakni memastikan agar pelanggan terlindungi dari bahaya penggunaan peranti lunak yang dijual oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sumber : Kompas