Pemerintah Godok Wacana Rekrut Rektor dan Dosen Asing
Pemerintah akhirnya kembali mewacanakan mengundang akademisi luar negeri untuk menjadi rektor dan dosen di Indonesia. Wacana ini sempat muncul 2016 lalu, dan mendapatkan penolakan dari pihak perguruan tinggi dalam negeri.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikam Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir bahkan mengaku wacana ini telah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam rapat kabinet pekan lalu tepatnya setelah presiden bertemu dengan rapper Rich Brian, wacana untuk mengundang akademisi luar negeri untuk menjadi rektor dan dosen di PTN ini kembali mencuat dengan respons yang lebih serius dari Presiden Joko Widodo.
“Saya ditanya, bagaimana wacana tersebut, kalau saya sangat setuju sekali,” kata Nasir kepada Medcom.id, di Jakarta.
Terlebih lagi di periode kedua ini, pemerintahan Presiden Jokowi, kata Nasir, akan lebih serius memberi perhatian pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).Presiden. kata Nasir, memberi arahan, agar Nasir segera menyiapkan instrumen regulasi untuk mempermulus rencana merekrut rektor dan dosen asing tersebut.
“Khususnya PTN-BH (PTN berstatus Badan Hukum) diprioritaskan. Uji coba di PTN BH. Mungkin dua atau lima. Kalau langsung semuanya anggaran terlalu tinggi. Tujuannya kita maubrandingbetul Indonesia dengan luar negeri,” terang Nasir.
Nasir menceritakan, usulan untuk mengundang akademisi asing menjadi rektor dan dosen di perguruan tinggi Indonesia sebenarnya sudah pernah diwacanakannya pada 2016 lalu.
Wacana tersebut muncul, karena perguruan tinggi di Indonesia yang masuk World Class University masih sangat Minim.Untuk diketahui, dari sekitar 4.000 perguruan tinggi yang ada di Indonesia, hanya tiga perguruan tinggi saja yang masuk peringkat 500 terbaik dunia. Yakni, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM), dan jumlah ini tak kunjung mengalami perubahan hingga saat ini.
Sementara itu, kata Nasir, melihat pengalaman sejumlah negara seperti Singapura, Hongkong, Taiwan, bahkan Arab Saudi perkembangan dunia pendidikan tingginya sangat pesat dalam beberapa tahun belakangan. Ia menggambarkan, di 2006 lalu King Fahd University of Petroleum and Minerals (KFUPM) peringkatnya bahkan tidak pernah masuk 800 besar dunia di berbagai pemeringkatan perguruan tinggi bereputasi internasional.
Namun kini, KFUPM mengalami lompatan luar biasa, sudah berhasil merangsek dan masuk 200 perguruan tinggi terbaik dunia. “Sekarang posisinya sudah di peringkat 189 terbaik dunia, saya tanya kok bisa begini. Ternyata mereka mengundang rektor dari luar negeri. Sebanyak 40 persen dosennya dari luar negeri, cukup mengejutkan. Indonesia masih jauh dari itu,” sebut Nasir.
Namun wacana yang disampaikan nasir tiga tahun lalu mendapat respons negatif dari publik kala itu, terutama kalangan akademisi di perguruan tinggi. “Saya sempat di-bully, sejak saat itu saya agak mengurangi,” terangnya.
Namun penolakan tersebut tidak membuat Nasir patah arang. Ia tetap upaya membawa perguruan tinggi Indonesia berkelas dunia terus dilakukan.
Salah satunya dengan menciptakan embrio-embrio seperti mengundang profesor asing ke Indonesia. Beberapa perguruan tinggi Indonesia menjalin kerja sama riset dengan profesor asing.
Muncul nama SHERA (The Sustainable Higher Education Research Alliances) di 2016 lalu. SHERA merupakan program lima tahun yang didanai oleh U.S. Agency for International Development (USAID) berkolaborasi dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Program SHERA ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas riset di sektor pendidikan tinggi Indonesia dan juga meningkatkan lingkungan yang kondusif untuk riset berkualitas.
Setelah SHERA kemudian ada MIRA (MIT-Indonesia Research Alliance). Sebelumnya juga ada kerja sama dengan Inggris, dalam bentuk rpogram Newton Funds.
“Dengan kerja sama profesor asing dan riset ini peningkatannya luar biasa,” kata Nasir. [dEe]