Pendapatan Retribusi Naik 20 Persen
Operasional mesin parkir elektronik di Kota Bandung mulai menunjukkan dampak positif terhadap pendapatan retribusi parkir. Selama lima hari awal operasional yakni dari tanggal 17-21 Juli 2017, kenaikan pendapatan retribusi mencapai 20 persen. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Didi Ruswandi menyebutkan, sebelum operasional mesin parkir pendapatan retribusi parkir sekitar Rp 15 juta per hari. Setelah operasional, pendapatannya bisa mencapai Rp 18 juta per hari.
“Dari sisi potensi sebenarnya masih lebih besar lagi. Kenaikan 20% itu kan baru awal saja selama lima hari Senin-Jumat lalu. Kami butuh treatment tambahan agar bisa lebih optimal lagi,” ungkapnya saat ditemui di Balaikota Bandung. Meskipun mesin parkir elektronik sudah beroperasi, dia mengakui, masih ada pengguna parkir yang enggan memanfaatkannya. Alasannya bermacam-macam, di antaranya belum memiliki kartu e-money empat bank yang sudah bekerjasama yaitu BRI, BNI, Mandiri dan bank Bjb.
Selain itu, kata Didi, masalah lain yang muncul adalah pengguna parkir membayar tidak sesuai lama parkir. Misalnya, parkir tiga jam tetapi membayar hanya satu jam. Karena itu, dia mengungkapkan, awal pekan ini tim Dishub Kota Bandung akan menggodok antisipasi yang akan dilakukan agar pendapatan retribusi parkir bisa lebih optimal lagi. Rencananya akan ada kawasan percontohan operasional mesin parkir.
“Jadi di kawasan percontohan itu orang yang akan parkir mau tidak mau harus pakai kartu atau uang non tunai. Prioritas ruas-ruas jalan seperti Sudirman, Tamansari, Cihampelas, dan Badak Singa,” tuturnya. Pemilihan kawasan tersebut, berdasarkan jumlah pengguna kendaraan yang melakukan transaksi parkir menggunakan kartu. Dari lima hari pertama operasional, kawasan tersebut yang menyumbang transaksi paling banyak.
“Selama lima hari dari Senin-Jumat lalu, ada 2.000-an transaksi. Saya berharap kalau sudah diberikan treatment bisa lebih banyak lagi jumlahnya. Kami terus melakukan evaluasi karena itu kan real time bisa dilihat transaksinya di dashboard di UPT Parkir,” ucap Didi.
Tidak hanya itu, menurut dia, pengawasan dari juru parkir juga akan lebih dioptimalkan lagi agar tidak ada pengguna yang berbohong mengenai berapa lama dia parkir. “Saya sebut mesin parkir ini mesin kejujuran karena terbuka kemungkinan pengguna parkir berbohong. Meskipun begitu, kami akan optimalkan fungsi jukir agar pengguna tidak mencari celah berbohong,” kata dia.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, terdapat dua mesin parkir elektronik yang rusak. Yaitu mesin parkir yang berlokasi di Jalan Otto Iskandar Dinata, dan Jalan Surya Kencana. Keduanya bukan rusak karena malfungsi melainkan karena aksi vandalisme orang tidak bertanggung jawab.
“Hanya dua mesin yang rusak, selebihnya sebanyak 443 berfungsi dengan baik. Untuk dua mesin yang rusak, kami akan melakukan perbaikan. Tapi harus menunggu anggaran perubahan karena kerusakannya akibat aksi vandalisme bukan malfungsi. Jadi tidak ada garansi dari vendornya,” ucapnya.
Adapun mesin parkir elektronik terpasang sebanyak 445 unit terletak di 58 ruas jalan dengan anggaran sebesar Rp55 miliar. Kebanyakan mesin parkir ditempatkan di sekitar pusat kota yang dinilai memiliki potensi besar kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di tempat sebanyak itu, tercatat ada sekitar 700 juru parkir yang harus bertransformasi dari menarik uang parkir manual menjadi cashless.
Didi mengakui butuh waktu agar masyarakat bisa terbiasa dengan budaya baru menggunakan mesin parkir elektronik sehingga berkontribusi besar terhadap pendapatan retribusi parkir. Menurutnya, Malaysia pun butuh waktu dua tahun sampai akhirnya menggunakan mesin parkir menjadi budaya di tengah-tengah masyarakat.
Sumber : Pikiran Rakyat