Pengembangan Mobil Listrik Nasional Melibatkan ITB
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, empat perguruan tinggi dilibatkan dalam riset pengembangan mobil listrik nasional. Nasir, yang ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa 1 Agustus 2017 menuturkan, empat perguruan tinggi itu adalah Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Menurut dia, riset yang dilakukan kementeriannya bersama empat perguruan tinggi negeri itu, sekarang sudah memasuki tahap persiapan pengembangan prototipe kendaraan roda empat tersebut.
“Prototipe sudah kami program. Kami sudah siapkan untuk pengembangan berikutnya. Kami membuat road map pengembangan hingga 2020,” katanya.
Nasir menyatakan, kendaraan yang akan memanfaatkan energi listrik sebagai bahan bakar tersebut kelak ditargetkan menjadi mobil nasional yang dapat diproduksi massal.
“Ya, nanti ini jadi mobil listrik nasional. Kami rencanakan wujudnya sudah produk. Harapannya, 2020 nanti sudah bisa dijual,” tuturnya seperti dilaporkan Antara.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui keterangan resminya pada Senin 31 Juli 2017 menyatakan Menteri ESDM Ignasius Jonan sedang menyiapkan regulasi guna mendorong pengembangan mobil listrik.
Menurut Jonan, hal tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mendukung pemanfaatan energi bersih sebagai implementasi hasil persetujuan Conference of Parties 21 di Paris pada 2015 mengenai perubahan iklim.
Selain itu, pemanfaatan energi listrik sebagai bahan bakar kendaraan ini juga diklaim telah mendapatkan lampu hijau dari Presiden Joko Widodo dan akan segera dikeluarkan regulasi pendukungnya.
Sementara itu, empat mahasiswa ITB juga tekah berhasil menciptakan inovasi tas punggung bernama Tasko untuk membantu penderita penyakit skoliosis menerapkan kebiasaan hidup yang lebih baik.
Keempat mahasiswa yang menciptakan Tasko adalah Muhammad Dita Farel (Teknik Geodesi dan Geomatika ITB angkatan 2015), Firdausi Zahara Gandes (Teknik Geodesi dan Geomatika ITB angkatan 2015), Hana Alifiyanti (Teknik Geodesi dan Geomatika ITB angkatan 2015), dan Lalu Rahmat Faizin (Teknik Geologi ITB angkatan 2015).
“Tasko merupakan tas dengan metode sensor berat yang dirancang untuk meminimalisasi bertambahnya derajat kemiringan tulang belakang akibat tas punggung bagi para penyandang skoliosis,” kata Muhammad Dita Farel.
Menurut mahasiswa ITB itu, skoliosis ialah kelainan tulang belakang yang menunjukkan kondisi deformasi tulang belakang ke arah lateral (samping) sehingga menghasilkan kurvatura. Kebiasaan buruk membebani tulang belakang oleh penderita skoliosis harus diubah agar kondisi tulang belakangnya dapat kembali normal.
Namun, kebanyakan penderita skoliosis, terutama para pelajar, sulit menghindari kebiasaan membawa beban menggunakan tas punggung.
Oleh karena itu diperlukan perlakuan khusus bagi para penderita skoliosis yang kerap membawa beban berat agar akibat yang ditimbulkannya dapat diminimalisasi. Dita mengatakan, selain sensor, tas itu juga dilengkapi komponen-komponen khusus lainnya yang tidak dimiliki tas lain seperti movable compartment, one strap, dan adjustable belt.
Sumber : Pikiran Rakyat