Perusahaan Indonesia Dinilai Belum Cakap Mengolah Data

Perusahaan Indonesia Dinilai Belum Cakap Mengolah Data

Era digital yang membuat lalu lintas data semakin mudah melahirkan tren bernama big data yang memandang bahwa data saat ini bisa diolah organisasi atau bisnis menjadi lebih bernilai. Namun, di Indonesia rupanya kesadaran mengenai big data belum sejalan dengan pemahaman untuk mengolahnya.

Dell Technologies bersama Forrester Consulting baru ini membuat sebuah riset yang mengungkap perusahaan di Indonesia masih banyak yang kewalahan dengan kecepatan data yang dihasilkan. Mereka yang mengaku memiliki banyak daya juga masih belum bisa mengolahnya menjadi sebuah data yang bernilai.

Kepemilikan data dan kemampuan mengolah data seharusnya menjadi nilai kompetitif dibandingkan organisasi atau bisnis lain di era digital namun justru data juga menjadi beban.

Beberapa faktor yang menyebabkannya menurut Forrester Consulting adalah kesenjangan skill mengelola data, silo data, proses manual, silo bisnis, dan kurangnya keamanan data.

“Semuanya dipicu oleh besarnya volume, kecepatan, dan ragam data yang membanjiri perusahaan, teknologi, sumber daya manusia, dan proses,” ungkap General Manager Dell Technologies Indonesia, Richard Jeremiah.

Riset yang dilakukan Dell Technologies dan Forrester Consulting dengan judul Digital Transformation Index berusaha mengukur tingkat kesiapan digital perusahaan di seluruh dunia.

Di sini terungkap sebuah kontradiksi antara begitu banyak data tapi kurangnya kemampuan untuk mengolahnya sehingga menjadi salah satu alasan terbesar penghambat transformasi digital.

Ada tiga penyebab data justru menjadi beban perusahaan, pertama, hanya sedikit perusahaan yang memanfaatkan data sebagai modal dan memprioritaskan penggunaannya di seluruh lini bisnis. Di Indonesia 69 persen responden menyatakan data sangat bernilai bagi bisnisnya tapi hanya 22 persen yang sudah memanfaatkannya.

Penyebab kedua yang terungkap adalah 72 persen perusahaan di Indonesia mengumpulkan data lebih cepat dari pada kemampuan mereka untuk menganalisa dan menggunakannya. 67 persen justru mengaku tetap butuh lebih banyak data dibandingkan kemampuan mengolahnya.

Penyebab lainnya yang ditemukan Dell Technologies adalah hanya 21 persen perusahaan di Asia Pasifik dan Jepang yang telah mengalihkan sebagian besar aplikasi dan infrastruktur TI mereka ke model as-a-services sementara di Indonesia baru 12 persen.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.